Rihlah Ibnu Bathutah 16# : Kota Mekah, Masjidil Haram, Ka’bah dan Zamzam
Kota Mekah Al-Mukarramah
Mekah adalah sebuah kota besar yang memanjang seperti persegi panjang, berdiri di sebuah lembah yang dilingkari gunung-gunung. Karena letaknya yang tersembunyi di antara pegunungan, orang yang datang tidak akan melihat kota ini dari jauh; ia baru tampak ketika kita benar‑benar telah memasukinya.
Gunung-gunung yang mengelilinginya tidak terlalu tinggi. Di sebelah selatan kota berdiri Jabal Abu Qubais yang masyhur, sementara di sebelah barat menjulang Jabal Qu’aiqi’an. Di utara ada Jabal Ahmar, Gunung Merah. Di sisi Jabal Abu Qubais terdapat dua cabang gunung yang dikenal dengan nama Ajiad Al-Akbar dan Ajiad Al-Ashghar. Ada pula gunung lain bernama Al-Khandamah, yang akan kuceritakan dalam bagian lain dari perjalanan ini.
Semua tempat utama pelaksanaan ibadah haji—Mina, Arafah, dan Muzdalifah—berada di sebelah timur kota Mekah, semoga Allah memuliakannya. Dari sanalah jamaah haji berangkat dan kembali, tahun demi tahun, dalam ketaatan yang tak pernah putus.
Mekah memiliki tiga gerbang utama yang menghubungkannya dengan dunia luar. Di bagian atas kota ada Bab Al-Ma’la. Di bagian bawah terdapat Bab Asy-Syubaikah, yang juga disebut Bab Al-‘Umrah, menghadap ke barat. Dari gerbang inilah jalan menuju Madinah Al-Munawwarah, Mesir, negeri Syam, dan Jeddah; juga dari sinilah orang-orang keluar menuju Tan’im. Di sisi selatan terdapat Bab Al-Masfal; melalui gerbang inilah Khalid bin Al-Walid رضي الله عنه memasuki Mekah pada hari Penaklukan (Fathu Makkah), ketika kota ini kembali ke pangkuan tauhid.
Sebagaimana dikabarkan Allah dalam Kitab-Nya yang mulia ketika menyebut doa Khalil-Nya, Ibrahim عليه السلام, Mekah berada di sebuah lembah tandus yang tidak ditumbuhi tanaman. Namun doa yang penuh keberkahan itu telah mendahului segalanya. Kini, segala sesuatu didatangkan ke Mekah; buah-buahan dari berbagai penjuru dunia dikumpulkan di sini.
Aku sendiri pernah memakan anggur, buah tin, peach, dan kurma segar di kota ini—kelezatan yang belum pernah kurasakan di tempat lain di dunia. Demikian pula semangka yang didatangkan ke sini: rasanya sangat manis dan segar, sulit dicari tandingannya. Daging di Mekah pun terkenal gemuk dan sangat lezat.
Barang dagangan dari berbagai negeri berkumpul di kota ini. Buah-buahan dan sayur-mayur mengalir masuk dari Tha’if, Wadi Nakhla, dan Bathn Marr. Semua itu adalah karunia Allah bagi penduduk tanah haram-Nya yang aman, dan bagi para tetangga Baitul ‘Atiq, rumah tua yang dimuliakan itu.
Masjidil Haram
Di tengah kota, berdiri Masjidil Haram yang agung, semoga Allah memuliakannya dan menambah kemuliaannya. Halamannya sangat luas. Menurut Al-Azraqi, panjangnya dari timur ke barat lebih dari empat ratus hasta, dan lebarnya hampir sama. Di tengah-tengah halaman inilah Ka’bah berdiri, laksana jantung yang menghidupkan seluruh tubuh.
Pemandangan Ka’bah di tengah Masjidil Haram demikian indah, memukau mata dan menundukkan hati. Lidah tak kuasa menjelaskan seluruh keajaibannya, dan tangan pelukis mana pun takkan mampu melukiskan kesempurnaannya.
Dinding Masjidil Haram menjulang dengan tinggi kurang lebih dua puluh hasta. Atapnya bertumpu pada tiang-tiang panjang yang tersusun rapi dalam tiga baris, dengan konstruksi yang kuat dan indah. Lantainya terbuat dari marmer yang disambung sedemikian rupa sehingga tampak seperti satu kepingan utuh yang lebar.
Jumlah tiang marmernya mencapai empat ratus sembilan puluh satu, belum termasuk tiang-tiang plester yang dulunya berada di Dar An-Nadwah, lalu dimasukkan ke bagian dalam area Haram. Bagian ini berada di sisi utara, berhadapan dengan Maqam Ibrahim dan Rukun Iraqi. Ruang-ruang di sana saling terhubung, sehingga dari halaman utara orang dapat masuk ke dalamnya.
Pada dinding halaman yang berhadapan, terdapat bangku-bangku panjang di bawah lengkungan-lengkungan (seperti serambi). Di sanalah para qari (pembaca Al-Qur’an), penenun, dan penjahit duduk menjalankan aktivitasnya. Di dinding halaman lain juga terdapat bangku-bangku serupa, sementara di halaman-halaman selebihnya bangku-bangku itu berdiri tanpa lengkungan di atasnya.
Di dekat Bab Ibrahim terdapat sebuah pintu masuk dari arah halaman barat, dengan tiang-tiang plester yang kokoh. Di masa kekhalifahan Al-Mahdi bin Abu Ja’far Al-Manshur رضي الله عنهما, beliau meninggalkan jejak yang mulia berupa perluasan Masjidil Haram dan penguatan bangunannya. Di bagian atas dinding halaman barat tertulis perintah Abdullah Muhammad Al-Mahdi, Amirul Mukminin—semoga Allah memperbaikinya—untuk memperluas Masjidil Haram demi menampung jamaah haji dan memakmurkan rumah Allah pada tahun 167 Hijriyah.
Ka’bah Yang Dimuliakan
Di tengah Masjidil Haram, Ka’bah berdiri kokoh. Bangunannya berbentuk persegi. Tingginya dari tiga sisi adalah dua puluh delapan hasta, sedangkan dari sisi keempat—yaitu antara Hajar Aswad dan Rukun Yamani—ketinggiannya dua puluh sembilan hasta.
Lebar sisi dari Rukun Iraqi ke Hajar Aswad adalah lima puluh empat jengkal, demikian pula sisi yang berhadapan dengannya dari Rukun Yamani ke Rukun Syami. Adapun lebar sisi dari Rukun Iraqi ke Rukun Syami, yang berada di dalam Hijr, adalah empat puluh delapan jengkal. Sama pula lebarnya dari Rukun Yamani ke Hajar Aswad, dan dari Rukun Syami ke Rukun Iraqi.
Di luar area Hijr, Ka’bah dibangun dengan batu-batu keras berwarna kehitaman. Batu-batu itu disusun dengan sambungan yang sangat indah, kuat, dan rapi. Waktu yang panjang dan pergantian zaman tidak mampu merusak atau melemahkannya.
Pintu Ka’bah yang mulia berada di sisi antara Hajar Aswad dan Rukun Iraqi, berjarak sekitar sepuluh jengkal dari Hajar Aswad. Tempat di antara keduanya dikenal dengan nama Al-Multazam, sebuah tempat yang diyakini sebagai tempat terkabulnya doa. Ketinggian pintu dari tanah sekitar sebelas setengah jengkal. Lebarnya delapan jengkal, panjang daunnya tiga belas jengkal, dan ketebalan dinding di sekelilingnya sekitar lima jengkal.
Pintu itu dilapisi lempengan perak yang diukir dengan indah. Tiang-tiang samping dan ambang atasnya juga dilapisi perak. Di sana terdapat dua buah pengait besar dari perak, lengkap dengan gemboknya.
Pintu Ka’bah dibuka setiap hari Jumat setelah salat, dan pada hari kelahiran Nabi صلى الله عليه وسلم. Caranya, mereka menggeser sebuah kursi tinggi mirip mimbar, yang memiliki tangga dan empat roda kayu, hingga tangga teratasnya sejajar dengan ambang pintu. Pemuka tertua dari keluarga Syaibah naik ke tangga itu sambil membawa kunci mulia, diikuti para penjaga Ka’bah.
Di saat ia membuka pintu, para penjaga memegang tirai (disebut burqu’) yang menutupi pintu. Ketika pintu telah terbuka, sang pemuka mencium ambang pintu, lalu masuk sendirian dan menutup pintu dari dalam. Di sana ia salat dua rakaat. Setelah itu, para anggota keluarga Syaibah yang lain juga masuk bergantian, menutup pintu, salat, kemudian membukanya kembali.
Begitu pintu terbuka, orang-orang segera berdesak-desakan ingin masuk. Sementara itu, yang tidak dapat masuk berdiri menghadap pintu, memandangnya dengan khusyuk, hati tunduk dan tangan terangkat berdoa kepada Allah. Ketika pintu dibuka, mereka bertakbir dan berdoa dengan suara penuh harap:
“Ya Allah, bukakanlah bagi kami pintu-pintu rahmat dan ampunan-Mu, wahai Dzat Yang Maha Pengasih di antara para pengasih.”
Bagian dalam Ka’bah seluruhnya dilapisi marmer berwarna-warni, demikian pula dinding-dindingnya. Di tengah ruangan terdapat tiga tiang kayu jati yang tinggi. Jarak antara satu tiang dan yang lain sekitar empat garis (sekitar satu hasta). Tiang yang berada di tengah diletakkan tepat di garis tengah, menghadap ke separuh lebar sisi antara Rukun Yamani dan Rukun Syami.
Kiswah Ka’bah, tirai penutupnya, terbuat dari sutra hitam. Di atasnya tertera tulisan putih yang tampak berkilau, menyelimuti seluruh bangunan dari atas hingga ke bawah.
Di antara keajaiban Ka’bah: pintunya bisa dibuka pada saat Masjidil Haram dipenuhi manusia dalam jumlah yang hanya Allah yang mengetahuinya, namun orang-orang itu tetap dapat masuk ke dalamnya bergiliran tanpa henti. Keajaiban lain: tidak pernah Ka’bah sepi dari orang yang berthawaf, baik siang maupun malam. Tidak seorang pun pernah melihat Ka’bah dalam keadaan kosong dari orang-orang yang mengitarinya.
Keajaiban berikutnya: burung-burung merpati Mekah dan burung-burung lainnya tidak pernah hinggap di atas Ka’bah atau terbang tepat di atasnya. Engkau akan melihat burung-burung itu beterbangan di atas seluruh area Haram. Namun ketika mereka sampai di ketinggian sejajar dengan Ka’bah, mereka segera membelok ke salah satu sisi dan tidak melintas tepat di atas bangunan suci itu. Dikatakan bahwa tidak ada burung yang hinggap di atasnya kecuali burung yang sedang sakit. Ia akan mati seketika, atau justru sembuh dari penyakitnya.
Maha Suci Allah yang telah mengkhususkan Ka’bah dengan kemuliaan dan keagungan, serta menjadikannya tempat yang penuh wibawa dan kehormatan.
Talang Emas (Mizab) yang Penuh Berkah
Di bagian atas dinding Ka’bah yang sejajar dengan Hijr, terdapat sebuah talang yang terbuat dari emas. Lebarnya sekitar satu jengkal dan menjorok ke luar sepanjang dua hasta. Air hujan yang turun di atas Ka’bah akan mengalir melalui talang ini ke arah Hijr.
Tempat di bawah talang emas ini adalah salah satu lokasi yang diyakini mustajab untuk berdoa. Di bawahnya, di dalam area Hijr, terdapat makam Nabi Ismail عليه السلام. Makam itu ditandai dengan lempengan marmer hijau memanjang berbentuk seperti mihrab, bersambung dengan lempengan marmer hijau berbentuk bulat. Lebar keduanya sekitar satu jengkal. Bentuk dan susunannya tampak unik dan sangat indah.
Di sampingnya, ke arah Rukun Iraqi, terdapat makam ibunda beliau, Hajar عليها السلام, yang ditandai dengan sebuah lempengan marmer hijau berbentuk bulat berdiameter sekitar satu setengah jengkal. Jarak antara makam Nabi Ismail عليه السلام dan ibunya sekitar tujuh jengkal.
Hajar Aswad
Hajar Aswad terletak pada ketinggian sekitar enam jengkal dari permukaan tanah. Orang yang bertubuh tinggi harus sedikit merunduk untuk dapat menciumnya, sedangkan yang bertubuh pendek harus menjinjitkan kaki. Batu itu tertanam di rukun sebelah timur Ka’bah.
Lebarnya kira-kira dua pertiga jengkal, dan panjangnya sedikit kurang dari satu jengkal. Tidak ada yang tahu dengan pasti seberapa banyak bagian batunya yang tertanam di dalam dinding rukun itu. Hajar Aswad kini terdiri dari empat pecahan yang disatukan. Konon, seorang dari kelompok Qaramithah—laknatullah atasnya—pernah memukulnya hingga pecah, atau ada pula yang mengatakan orang lain yang memukulnya dengan palu besi. Orang-orang segera bangkit menyerangnya. Dalam keributan itu, beberapa orang dari penduduk Maghrib terbunuh.
Sisi-sisi Hajar Aswad diikat dengan lempengan perak. Putihnya perak itu tampak kontras dengan hitam batu mulia tersebut, menjadikannya pemandangan yang memikat mata. Mencium Hajar Aswad memberikan rasa manis dan kenikmatan tersendiri di bibir. Orang yang menciumnya seakan berharap bibirnya tidak pernah terlepas darinya. Inilah keistimewaan dan perhatian khusus yang Allah berikan kepada batu tersebut.
Disebutkan dalam riwayat, Hajar Aswad adalah “tangan kanan Allah di bumi”, sebagai simbol perjanjian hamba dengan Rabb-nya. Semoga Allah memberi kami kesempatan untuk menyentuh dan menciumnya, serta mengabulkan harapan setiap hati yang rindu kepadanya.
Pada bagian Hajar Aswad yang masih utuh, di sisi kanan orang yang menyentuhnya, terdapat satu titik putih kecil yang bersinar, seperti tahi lalat di wajah yang rupawan. Ketika orang-orang berthawaf, engkau akan melihat mereka saling berdesakan untuk sampai ke Hajar Aswad. Jarang sekali seseorang berhasil menciumnya tanpa bersusah payah dan terdesak oleh kerumunan.
Ketika seseorang memasuki Masjidil Haram untuk thawaf, ia memulai thawaf dari Hajar Aswad, rukun pertama yang ditemuinya. Setelah menyentuh atau mengisyaratinya, ia bergeser sedikit ke belakang dan menjadikan Ka’bah di sebelah kirinya. Lalu ia melanjutkan putaran thawaf. Setelah itu ia akan melewati Rukun Iraqi (di sisi utara), kemudian Rukun Syami (di sisi barat), lalu Rukun Yamani (di sisi selatan), dan akhirnya kembali lagi ke Hajar Aswad di sisi timur.
Maqam Ibrahim Yang Mulia
Dahulu, antara pintu Ka’bah dan Rukun Iraqi terdapat sebuah tempat kecil—panjangnya sekitar dua belas jengkal, lebarnya kira-kira setengahnya, dan tingginya kurang lebih dua jengkal. Di tempat itulah Maqam Ibrahim berada pada masa Nabi Ibrahim عليه السلام. Di situlah beliau berdiri ketika membangun Ka’bah bersama putranya, Ismail عليه السلام.
Kemudian Rasulullah صلى الله عليه وسلم memindahkan Maqam Ibrahim ke tempatnya yang sekarang, agar dijadikan tempat salat bagi kaum muslimin. Bekas tempat Maqam yang pertama lalu menjadi semacam cekungan, dan ketika Ka’bah dicuci, air dialirkan ke sana. Tempat itu sangat diberkahi, sehingga orang-orang pun berebut untuk salat di sana.
Kini Maqam Ibrahim berada di depan antara Rukun Iraqi dan pintu Ka’bah, dan letaknya lebih dekat ke pintu daripada ke rukun. Di atasnya dibangun sebuah kubah kecil. Di dinding kubah terdapat jendela-jendela besi yang letaknya agak menjauh dari batu Maqam, sehingga jari-jari tangan masih dapat menjangkaunya bila dimasukkan lewat sela-sela jendela. Jendela itu senantiasa terkunci. Di belakang Maqam terdapat tempat khusus untuk salat dua rakaat setelah thawaf.
Diriwayatkan dalam hadis yang sahih bahwa ketika Rasulullah صلى الله عليه وسلم memasuki Masjidil Haram, beliau thawaf mengelilingi Ka’bah tujuh kali, lalu mendatangi Maqam Ibrahim dan membaca firman Allah:
﴿وَاتَّخِذُوا مِن مَّقَامِ إِِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى﴾
“Dan jadikanlah sebagian Maqam Ibrahim sebagai tempat salat.”
(QS. Al-Baqarah [2]: 125)
Setelah itu, beliau salat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim.
Di belakang Maqam Ibrahim pula terdapat tempat salat imam mazhab Syafi’i, di area yang dikenal dengan nama Hatim.
Hijr dan Mataf
Hijr Ismail adalah lengkungan dinding rendah di sebelah utara Ka’bah, membentuk setengah lingkaran di hadapannya. Keliling dinding Hijr dari bagian dalam lingkaran kira-kira dua puluh sembilan langkah, atau sekitar sembilan puluh empat jengkal.
Dinding Hijr tersusun dari marmer berwarna-warni yang indah, dengan sambungan yang sangat rapi. Tinggi dindingnya sekitar lima setengah jengkal, dan tebalnya kira-kira empat setengah jengkal. Di dalam Hijr terdapat halaman yang cukup luas, juga berlapis marmer yang tersusun teratur sehingga menimbulkan kekaguman bagi siapa saja yang memandangnya.
Jarak antara dinding Ka’bah di bawah talang emas dengan dinding Hijr yang berhadapan dengannya adalah sekitar empat puluh jengkal, diukur secara lurus.
Hijr memiliki dua pintu masuk. Pintu pertama berada di antara Hijr dan Rukun Iraqi, lebarnya sekitar enam hasta. Tempat inilah bagian Ka’bah yang dahulu ditinggalkan oleh kaum Quraisy ketika mereka merenovasi Ka’bah—mereka tidak memasukkannya ke dalam bangunan karena keterbatasan harta—sebagaimana disebutkan dalam riwayat-riwayat yang sahih.
Pintu masuk kedua berada dekat Rukun Syami, dengan lebar yang sama, sekitar enam hasta. Jarak antara kedua pintu masuk itu kurang lebih empat puluh delapan jengkal.
Area thawaf (Mataf) di sekeliling Ka’bah dilapisi dengan batu-batu hitam yang disambung rapat. Area ini melebar keluar dari Ka’bah sejauh sembilan langkah, kecuali di sisi yang berhadapan dengan Maqam Ibrahim, di mana area batu itu memanjang hingga mengitari Maqam.
Seluruh bagian dalam Masjidil Haram, termasuk halaman-halamannya, ditaburi pasir putih yang lembut. Kaum wanita biasanya melakukan thawaf di bagian paling luar dari area batu hitam yang dilapisi itu, sehingga mereka tetap dapat thawaf dengan menjaga kehormatan dan kenyamanan.
Sumur Zamzam
Di hadapan Hajar Aswad, berjarak sekitar dua puluh empat langkah, berdirilah kubah yang menaungi sumur Zamzam yang penuh berkah. Di sisi kanannya, sekitar sepuluh langkah dari sudut kubah, terdapat Maqam Ibrahim. Lantai di bagian dalam kubah Zamzam dilapisi marmer putih yang bersih dan sejuk dipandang mata.
Mulut sumur Zamzam berada tepat di tengah kubah, sedikit condong ke arah dinding yang menghadap Ka’bah. Bibir sumur itu dibangun dari marmer yang indah, dengan sambungan yang rapat dan diperkuat dengan lapisan timah. Keliling mulut sumur sekitar empat puluh jengkal, dan tinggi bibir sumur dari lantai kira-kira empat setengah jengkal. Kedalaman sumur ini sekitar sebelas qamah (kurang lebih delapan belas sampai dua puluh meter). Penduduk setempat mengatakan bahwa air Zamzam akan bertambah banyak setiap malam Jumat.
Pintu kubah Zamzam menghadap ke timur. Di dalamnya terdapat tempat penampungan air untuk wudu berbentuk lingkaran, dengan lebar dan kedalaman masing-masing sekitar satu jengkal, dan tingginya kira-kira lima jengkal dari permukaan tanah. Di sekelilingnya dipasang bangku-bangku untuk tempat orang duduk ketika berwudu dengan air Zamzam.
Di samping kubah Zamzam, agak bergeser ke arah utara, berdirilah sebuah kubah lain, dikenal dengan Kubah minum yang dinisbahkan kepada Al-Abbas رضي الله عنه. Pintu kubah ini menghadap ke arah utara. Di sana kini disimpan air Zamzam dalam gentong-gentong besar yang disebut dawariq, masing-masing memiliki satu gagang. Air di dalamnya dibiarkan dingin agar nyaman diminum oleh para pengunjung.
Di dalam kubah itu juga disimpan mushaf-mushaf Al-Qur’an yang mulia dan kitab-kitab milik Masjidil Haram. Ada sebuah lemari khusus yang berisi satu peti besar. Di dalam peti itu terdapat sebuah mushaf agung yang ditulis oleh Zaid bin Tsabit رضي الله عنه pada tahun ke-18 setelah wafatnya Rasulullah صلى الله عليه وسلم.
Apabila penduduk Mekah ditimpa kekeringan atau kesulitan, mereka akan membawa keluar mushaf yang mulia ini. Mereka membuka pintu Ka’bah dan meletakkan mushaf itu di ambang pintu Ka’bah yang mulia, atau di dekat Maqam Ibrahim عليه السلام. Lalu mereka berkumpul mengelilinginya dengan kepala terbuka, berdoa, merendahkan diri, dan bertawassul dengan kemuliaan mushaf agung itu dan Maqam yang mulia. Mereka tidak berpisah sebelum Allah melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada mereka.
Bersebelahan dengan kubah Al-Abbas رضي الله عنه, namun sedikit menyimpang dari garis lurusnya, terdapat sebuah kubah lain yang dikenal dengan nama Kubah Al-Yahudiyyah. Demikianlah satu demi satu sudut tanah haram ini menyimpan kisah, sejarah, dan keberkahan yang tak pernah habis untuk ditadabburi.

Komentar
Posting Komentar