Rihlah Ibnu Bathutah #1 : Dari Tangier hingga Bijayah
Siapakah Ibnu Baṭṭūṭah?
Nama lengkap:
Abū ‘Abdillāh Muḥammad bin ‘Abdillāh al-Lawātī al-Ṭanǧī, dikenal dunia dengan sebutan Ibnu Baṭṭūṭah.
Beliau adalah ulama, penjelajah, dan sejarawan besar dari Maghrib (Maroko).
Kelahiran:
Lahir di Ṭanjah (Tangier, Maroko) pada hari Senin, 17 Rajab 703 H (1304 M)
dari keluarga qāḍī (hakim) bermazhab Mālikī,
di masa kejayaan Dinasti Marinid (Bani Marīn).
Sejak muda, Ibnu Baṭṭūṭah dikenal haus ilmu dan petualangan. Pada usia 22 tahun, ia meninggalkan kampung halamannya untuk menunaikan ibadah haji ke Makkah —
namun perjalanan itu berkembang menjadi penjelajahan luar biasa selama hampir 30 tahun, melintasi lebih dari 120.000 kilometer.
Kisah Awal Perjalanan Ibnu Baṭūṭah: Dari Ṭanjah Menuju Tanah Suci
🗓 Kamis, 2 Rajab 725 H (1325 M)
untuk menunaikan ibadah haji ke Baitullah al-Ḥarām dan menziarahi makam Nabi Muḥammad ﷺ.
“Aku keluar dari Ṭanjah, tanah kelahiranku, dengan niat berhaji dan menziarahi makam Rasulullah ﷺ.
Aku tidak memiliki teman yang menemaniku atau rombongan yang dapat aku ikuti.
Namun, hatiku telah bulat meninggalkan keluarga dan tanah air, sebagaimana burung meninggalkan sarangnya.”
Saat itu ayahnya masih hidup, sehingga perpisahan terasa amat berat, namun tekad menuntut ilmu dan ibadah membuatnya rela menanggung derita perpisahan.
Latar Zaman: Kejayaan Islam di Maghrib
Perjalanan Ibnu Baṭūṭah dimulai pada masa pemerintahan
Amīrul-Mu’minīn Abū Sa‘īd ‘Uthmān bin Abī Yūsuf Ya‘qūb bin ‘Abdil-Ḥaqq, sultan besar Dinasti Marinid (Bani Marīn) di Maroko.
Masa itu dikenal sebagai masa keemasan Maghrib —
zaman ilmu pengetahuan, kemakmuran, dan keadilan.
Sultan Abū Sa‘īd dikenal dermawan, penegak jihad, serta pelindung ulama dan penuntut ilmu.
Menyusuri Tlemsan: Negeri di Bawah Bani Zayyān
Perjalanan pertama Ibnu Baṭūṭah membawanya menuju Tlemsan (Tlemcen),
kota besar di barat Aljazair di bawah kekuasaan
Abū Tāsyafīn ‘Abdurraḥmān bin Mūsā bin ‘Utsmān bin Yaghmurāsan bin Zayyān,
raja Dinasti Bani Zayyān (Zayyānīyah).
🏛 Kerajaan ini merupakan saingan politik Dinasti Marinid
dan pusat kebudayaan penting di Afrika Utara.
Di Tlemsan, Ibnu Baṭūṭah bertemu dua utusan Sultan Ifriqiya (Tunisia):
Qāḍī Abū ‘Abdillāh Muḥammad al-Nafzāwī, hakim pernikahan di kota Tunis.
Syaikh Abū ‘Abdillāh Muḥammad al-Zubaydī, ulama saleh dari pesisir Mahdiyyah.
Keduanya diutus oleh Sultan Abū Yaḥyā al-Ḥafṣī dari Dinasti Ḥafṣiyyah (Tunisia).
Setelah memohon petunjuk Allah, Ibnu Baṭūṭah bergabung dengan rombongan mereka.
Milyānah: Ujian Pertama di Musim Panas
Rombongan sampai di Milyānah, kota pegunungan di Aljazair.
Musim panas sedang memuncak, dan dua faqih jatuh sakit.
Mereka berhenti selama sepuluh hari —
hingga salah satu dari mereka (sang qāḍī) wafat. Putranya Abū al-Ṭayyib dan sahabatnya Abū ‘Abdillāh al-Zubaydī kembali ke Milyānah untuk memakamkannya.
Ibnu Baṭūṭah melanjutkan perjalanan bersama rombongan pedagang Tunis, di antaranya al-Ḥājj Mas‘ūd bin al-Muntaṣir dan al-Ḥājj al-‘Adūlī.
Dari Aljazair ke Bijāyah: Ujian dan Kezaliman
Setelah melewati kota Aljazair, mereka tiba di Bijāyah (Béjaïa),
kota pelabuhan makmur di pesisir.
Di sana Ibnu Baṭūṭah menyaksikan kezaliman pertama dalam perjalanannya:
seorang pedagang Tunis bernama Muḥammad bin al-Ḥajar meninggal dunia, meninggalkan 3.000 dinar emas yang diamanatkan kepada warga Aljazair untuk diserahkan kepada keluarganya di Tunis. Namun, penguasa Bijāyah, Abū ‘Abdillāh Muḥammad bin Sayyid al-Nās, merampas harta itu.
“Itulah kezhaliman pertama dari para pejabat dan gubernur
yang aku saksikan dengan mataku sendiri.”
Sakit di Jalan, namun Tekad Tak Patah
Dalam perjalanan, Ibnu Baṭūṭah terserang demam berat.
Syaikh al-Zubaydī menasihatinya agar tinggal di Bijāyah hingga sembuh, namun ia menjawab:
“Jika Allah telah menetapkan kematian bagiku,
maka biarlah aku mati di jalan menuju Tanah Suci.”
Sang syaikh lalu menasihatinya agar berpergian ringan,
meminjamkan hewan tunggangan dan tenda kecil agar ia bisa tetap melanjutkan perjalanan.
Ibnu Baṭūṭah mengenang kejadian ini sebagai tanda pertama dari kasih sayang Allah dalam perjalanannya menuju Hijaz.
Peta Perjalanan Ibnu Bathutah #1
Tuḥfat an-Nuẓẓār fī Gharā’ib al-Amṣār wa ‘Ajā’ib al-Asfār



Komentar
Posting Komentar