Masa Penyusuan Nabi Muhammad ﷺ
Disusui oleh Ibunda Tercinta
Ketika cahaya Nabi terakhir itu lahir ke dunia, Makkah menyambutnya dalam kesenyapan malam yang penuh rahmat.
Ibundanya, Aminah binti Wahb, memeluknya erat, menatap wajah mungilnya yang bersih bercahaya, dan dengan kasih sayang seorang ibu, ia menyusuinya.
Beberapa riwayat menyebutkan bahwa Rasulullah ﷺ disusui ibundanya selama tiga hari, ada pula yang mengatakan tujuh atau sembilan hari.
Itulah hari-hari pertama kehidupan beliau, penuh dengan kehangatan dan kelembutan seorang ibu yang menyadari bahwa bayi yang digendongnya bukanlah bayi biasa — melainkan amanah agung dari langit.
Disusui oleh Tsuwaibah, Hamba Perempuan Abu Lahab
Setelah beberapa hari, seorang perempuan bernama Tsuwaibah datang. Ia adalah hamba sahaya milik Abu Lahab, paman Nabi.
Dengan penuh kasih, ia menawarkan diri untuk menyusui bayi yatim itu, dan Aminah pun menerimanya.
Tsuwaibah menyusui beliau ﷺ dengan air susu dari anaknya yang bernama Masruh, selama beberapa hari sebelum kedatangan Halimah As-Sa’diyyah.
Menariknya, Tsuwaibah juga pernah menyusui Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Nabi) dan Abu Salamah Al-Makhzumi (anak bibinya). Dengan demikian, mereka bertiga menjadi saudara sepersusuan.
Rasulullah ﷺ sangat menghormati hubungan persusuan ini. Ketika ada yang mengusulkan agar beliau menikahi putri Hamzah, beliau bersabda,
“Sesungguhnya dia adalah anak perempuan saudara lelakiku dari persusuan.”
Demikian pula ketika Ummu Habibah menyebut tentang putri Abu Salamah, beliau menjawab,
“Dia tidak halal bagiku, karena Tsuwaibah telah menyusuiku dan menyusui Abu Salamah.”
(HR. Al-Bukhari)
Sejak awal kehidupannya, Nabi ﷺ sudah tumbuh di bawah naungan kasih sayang dan adab luhur, menghormati tali persaudaraan dan tidak melupakan kebaikan orang lain.
Kebiasaan Bangsawan Quraisy Mencari Ibu Susu di Pedalaman
Di kalangan Arab Quraisy, ada kebiasaan mulia: mereka menyerahkan bayi-bayi mereka untuk disusui dan dibesarkan di perkampungan Badui.
Tujuannya agar anak tumbuh di udara yang segar, jauh dari penyakit kota, memiliki tubuh kuat, jiwa berani, dan lidah yang fasih dalam bahasa Arab yang murni.
Mereka biasa berkata,
“Anak yang dibesarkan di perkotaan akan menjadi lemah tekad dan tumpul pikirannya.”
Karena itu, banyak keluarga Quraisy mengirimkan anak-anak mereka ke suku-suku di pedalaman.
Salah satu suku yang terkenal karena kefasihan bahasanya dan kehormatan ibu susunya adalah Bani Sa’d bin Bakr — suku tempat tinggal Halimah As-Sa’diyyah.
Kedatangan Halimah As-Sa’diyyah
Pada suatu tahun yang sangat gersang dan penuh kesulitan, seorang wanita dari Bani Sa’d bernama Halimah binti Abi Dzuaib berangkat menuju Makkah bersama beberapa wanita lain dari kaumnya.
Mereka datang untuk mencari bayi yang akan disusui — pekerjaan mulia yang biasanya disertai hadiah dari keluarga si bayi.
Halimah datang bersama suaminya, Al-Harits bin Abdul ‘Uzza, yang dijuluki Abu Dzu’aib.
Mereka membawa seekor keledai tua dan seekor unta betina yang hampir tak lagi mengeluarkan susu. Hari-hari mereka sulit; anak mereka menangis kelaparan karena tak mendapatkan air susu.
Maka, dengan hati yang lelah, Halimah memohon kepada Allah agar perjalanannya kali ini membawa keberkahan.
Bayi Yatim yang Tidak Dipilih
Sesampainya di Makkah, setiap wanita dari rombongan Bani Sa’d berusaha mendapatkan bayi yang berasal dari keluarga kaya, agar mendapat imbalan yang baik.
Namun ketika mereka mendengar bahwa bayi bernama Muhammad bin Abdullah itu adalah seorang anak yatim, semua menolak untuk mengambilnya.
Mereka berkata,
“Anak yatim, apa yang bisa dilakukan oleh ibunya untuk kami?”
Hingga akhirnya, semua wanita telah mendapatkan bayi, kecuali Halimah.
Ia pun berkata kepada suaminya,
“Demi Allah, aku tidak ingin pulang tanpa membawa bayi. Aku akan mengambil anak yatim itu saja.”
Suaminya menjawab,
“Lakukanlah, semoga Allah memberkahi kita melalui dirinya.”
Pertemuan Ajaib dengan Bayi Muhammad ﷺ
Halimah pun mendatangi rumah Aminah.
Di hadapannya terbaring seorang bayi yang wajahnya memancarkan ketenangan. Tubuhnya harum semerbak kasturi, terbungkus kain wol putih, dan di bawahnya hamparan sutera hijau.
Ketika Halimah menyentuh dadanya, bayi itu tersenyum dan membuka matanya.
Dari kedua matanya memancar cahaya yang terang, menembus langit-langit rumah. Halimah tertegun dan merasakan getar dalam hatinya — seakan Allah menanamkan rasa cinta dalam dadanya.
Ia segera menggendongnya dan menyusuinya. Ajaib, air susunya yang sebelumnya kering tiba-tiba melimpah ruah. Bayi Muhammad menyusu hingga kenyang, kemudian putra Halimah pun ikut menyusu hingga kenyang pula.
Malam itu, keduanya tidur nyenyak untuk pertama kalinya setelah sekian lama.
Tanda Keberkahan Sejak Hari Pertama
Keesokan paginya, suaminya mendatangi unta betina tua mereka, dan ternyata kantung susunya penuh! Mereka pun memerah dan meminum susu itu hingga kenyang.
Sang suami berkata takjub,
“Wahai Halimah, sungguh engkau telah mengambil bayi yang penuh keberkahan.”
Ketika mereka kembali ke kampung halaman, keledai Halimah yang dulu lemah kini berlari kencang, meninggalkan rombongan.
Teman-teman perempuannya berseru,
“Wahai putri Abu Dzu’aib, perlahanlah! Bukankah keledaimu itu yang dulu lambat?”
Halimah menjawab,
“Ya, demi Allah, ini keledai yang sama.”
Keberkahan di Negeri Bani Sa’d
Setibanya di perkampungan Bani Sa’d, tanah yang semula gersang seakan berubah. Kambing-kambing Halimah pulang dalam keadaan kenyang dan penuh susu, padahal ternak milik orang lain tetap kurus dan kering kantung susunya.
Orang-orang berkata,
“Gembalakanlah kambing kalian di tempat gembala putri Abu Dzu’aib!”
Namun mereka tak mendapatkan hasil seperti yang diperoleh Halimah.
Sejak itu, kehidupan keluarga Halimah dipenuhi dengan keberkahan, hingga Nabi kecil tumbuh kuat dan sehat.
Sebelum genap dua tahun, tubuh beliau tegap dan wajahnya berseri-seri, menandakan kemuliaan yang akan datang.
Kembali kepada Ibunda dan Permintaan Halimah
Ketika masa penyapihan tiba, Halimah membawa beliau kembali kepada ibundanya, Aminah.
Ibunda Nabi sangat gembira melihat anaknya tumbuh sehat dan kuat. Namun, Halimah yang sangat menyayangi beliau memohon agar Nabi kecil dibiarkan tinggal bersamanya lebih lama.
“Aku khawatir dia terkena wabah Makkah,” kata Halimah dengan lembut.
Aminah pun menyetujuinya, dan beliau kembali ikut bersama Halimah ke perkampungan Bani Sa’d.
Tak lama kemudian, di sanalah terjadi peristiwa pembelahan dada oleh dua malaikat — tanda penjagaan Allah sejak dini terhadap Nabi-Nya.
Kasih Sayang Halimah dan Asy-Syaimā’
Halimah biasa menimang dan bernyanyi untuk Nabi kecil dengan penuh cinta:
“Wahai Tuhanku, ketika Engkau memberikannya kepadaku,
Maka panjangkanlah umurnya, lembutkanlah hatinya,
Dan hancurkanlah kebatilan musuh dengan kebenarannya.”
Putrinya, Asy-Syaimā’, yang merupakan saudara sepersusuan Nabi, juga menyanyikan syair:
“Ini saudaraku, bukan lahir dari rahim ibuku,
Namun aku tebus dia dengan keluarga dan kehormatanku.
Wahai Tuhanku, panjangkanlah umurnya,
Hingga aku melihatnya menjadi pemimpin yang mulia.”
Balasan Kasih dari Rasulullah ﷺ
Tahun demi tahun berlalu. Setelah Nabi ﷺ diangkat menjadi rasul, beliau tidak pernah melupakan jasa keluarga susuannya.
Setiap kali bertemu Halimah atau suaminya, beliau menyambut mereka dengan penuh hormat, membentangkan selendang untuk mereka duduk, dan memberikan hadiah.
Dalam perang Hawazin, Asy-Syaimā’ tertawan. Ketika Nabi mengenalinya, beliau berkata penuh kasih,
“Jika engkau mau, engkau bisa tinggal bersamaku dengan penuh kemuliaan. Namun jika engkau ingin kembali kepada kaummu, aku akan memberimu bekal.”
Asy-Syaimā’ memilih untuk pulang, dan Rasulullah ﷺ memberinya hadiah, bekal, dan penghormatan yang layak bagi seorang saudara.
Penutup
Demikianlah kisah masa penyusuan Rasulullah ﷺ — masa yang dipenuhi kasih sayang, keajaiban, dan keberkahan.
Sejak beliau masih bayi, Allah telah menampakkan tanda-tanda kenabian: keberkahan yang mengalir pada setiap orang yang dekat dengannya, serta cinta yang menyentuh setiap hati yang memeluknya.
Dari pelukan ibunda Aminah, dari susu Tsuwaibah yang penuh kasih, hingga tangan lembut Halimah yang penuh keberkahan — semuanya adalah bagian dari rencana Allah untuk menjaga dan menumbuhkan kekasih-Nya, Muhammad ﷺ, sang rahmat bagi seluruh alam.
📚 Sumber:
As-Sīrah An-Nabawiyyah fī Dhau’ Al-Qur’ān wa As-Sunnah,

Komentar
Posting Komentar