Kisah Nabi Sulaiman : Bahasa Burung, Semut, Hudhud, dan Ratu Balqis
- Nasab Nabi Sulaiman dan Warisan Kenabian
Para ulama ahli sejarah seperti Ibnu ‘Asakir menyebutkan bahwa nasab Nabi Sulaiman adalah:
Sulaiman bin Dawud bin Iisya bin ‘Uwaid bin ‘Abir bin Salmun bin Takhsyun bin Aminaa Adab bin Iram bin Hishrun bin Faarish bin Yahudza bin Ya‘qub bin Ishaq bin Ibrahim ‘alaihimassalām.
Artinya, beliau adalah keturunan para nabi: Ya‘qub, Ishaq, hingga Ibrahim ‘alaihimassalām, bapak para nabi. Allah menceritakan awal kisahnya dalam Al-Qur’an:
وَوَرِثَ سُلَيْمَانُ دَاوُودَ ۖ وَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ عُلِّمْنَا مَنطِقَ الطَّيْرِ وَأُوتِينَا مِن كُلِّ شَيْءٍ ۖ إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ الْفَضْلُ الْمُبِينُ
“Dan Sulaiman telah mewarisi (kerajaan) Dawud dan dia berkata, ‘Wahai manusia, kami telah diajari bahasa burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar karunia yang nyata.’” (QS. An-Naml: 16)
Para ulama menjelaskan: yang diwarisi Sulaiman dari Dawud bukan harta, tetapi kenabian dan kerajaan. Nabi Dawud memiliki anak-anak lain, namun Allah memilih Sulaiman untuk mewarisi kenabian dan memimpin kerajaan.
Rasulullah ﷺ juga menjelaskan bahwa harta para nabi tidak diwarisi seperti harta manusia biasa. Beliau bersabda (maknanya):
“Kami, para nabi, tidak diwarisi; apa yang kami tinggalkan adalah sedekah.”
Artinya, dunia terlalu hina di sisi para nabi. Bagi mereka, yang berharga adalah ilmu, wahyu, dan kedekatan dengan Allah, bukan tumpukan harta.
- Karunia Memahami Bahasa Makhluk
Salah satu karunia terbesar yang Allah berikan kepada Nabi Sulaiman adalah kemampuan memahami bahasa burung dan makhluk lain. Beliau mengetahui apa yang dikatakan burung dalam “bahasa” mereka, dan bisa menjelaskan maksud mereka kepada manusia.
Bukan hanya burung, bahkan banyak jenis hewan dan makhluk lain yang difahaminya — termasuk semut, kuda, hingga jin. Inilah salah satu bentuk firman Allah:
وَأُوتِينَا مِن كُلِّ شَيْءٍ
“Kami diberi segala sesuatu (yang dibutuhkan seorang raja).”
Kisah Burung Pipit
Dalam sebuah riwayat disebutkan, Nabi Sulaiman pernah memasuki kota Damaskus. Suatu ketika, beliau melewati seekor burung pipit jantan yang sedang berputar-putar mengitari seekor pipit betina.
Beliau bertanya kepada para sahabat yang bersamanya,
“Apakah kalian tahu apa yang dikatakan burung pipit itu?”
Mereka menjawab, “Kami tidak tahu, wahai Nabi Allah.”
Lalu Nabi Sulaiman menjelaskan (maknanya):
“Burung pipit jantan itu sedang melamarnya. Ia berkata, ‘Nikahlah denganku, aku akan menempatkanmu di ruangan mana saja di Damaskus yang engkau inginkan.’”
Kemudian Nabi Sulaiman menambahkan dengan senyum bijak:
“Padahal, kamar-kamar di Damaskus dibangun dari batu, tak mudah dihuni siapa pun. Akan tetapi, setiap pelamar itu biasanya mengada-ada (berlebihan) dalam ucapannya.”
Ini adalah sentilan halus: di mana-mana, yang melamar sering berkata manis melebihi kenyataan.
- Pasukan Besar: Manusia, Jin, dan Burung
Allah menggambarkan keagungan kerajaan Sulaiman dalam Al-Qur’an:
وَحُشِرَ لِسُلَيْمَانَ جُنُودُهُ مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ وَالطَّيْرِ فَهُمْ يُوزَعُونَ
“Dan untuk Sulaiman dikumpulkan bala tentaranya dari golongan jin, manusia, dan burung, lalu mereka diatur dalam barisan yang rapi.” (QS. An-Naml: 17)
Pada suatu hari, Nabi Sulaiman keluar bersama seluruh tentaranya. Di depannya berbaris manusia dan jin, sementara burung terbang di atas mereka, menaungi raja dan pasukan dari panas.
Setiap kelompok memiliki pemimpin barisan yang mengatur agar tidak ada yang maju seenaknya atau tertinggal. Semuanya tertib, seperti parade besar yang sangat teratur.
Peristiwa di Lembah Semut
Rombongan besar itu sampai di sebuah lembah yang dihuni para semut. Allah berfirman:
حَتَّىٰ إِذَا أَتَوْا عَلَىٰ وَادِ النَّمْلِ قَالَتْ نَمْلَةٌ يَا أَيُّهَا النَّمْلُ ادْخُلُوا مَسَاكِنَكُمْ لَا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمَانُ وَجُنُودُهُ وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ
فَتَبَسَّمَ ضَاحِكًا مِّن قَوْلِهَا وَقَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ ٱلَّتِىٓ أَنْعَمْتَ عَلَىَّ وَعَلَىٰ وَالِدَىَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَـٰلِحًا تَرْضَىٰهُ وَأَدْخِلْنِى بِرَحْمَتِكَ فِى عِبَادِكَ ٱلصَّـٰلِحِينَ
“Hingga ketika mereka sampai di lembah semut, berkatalah seekor semut, ‘Wahai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan bala tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.’ Maka dia (Sulaiman) tersenyum sambil tertawa karena (mendengar) perkataannya, lalu berdoa, ‘Ya Tuhanku, ilhamkanlah aku untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan agar aku mengerjakan amal saleh yang Engkau ridai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.’” (QS. An-Naml: 18–19)
Nabi Sulaiman memahami perkataan semut itu – inilah mukjizatnya, bukan karena semua manusia bisa bicara dengan binatang.
Sebagian orang awam mengira: dahulu semua hewan berbicara kepada manusia, lalu Nabi Sulaiman melarangnya sehingga mereka berhenti bicara. Para ulama menegaskan: ini tidak benar dan tidak berdalil. Justru keistimewaan Sulaiman adalah: Allah membukakan baginya bahasa makhluk yang tidak difahami orang lain. Karena itulah beliau berdoa dengan penuh syukur: “Ya Tuhanku, ilhamkan aku untuk bersyukur atas nikmat-Mu...”
Doa Ibunda Nabi Sulaiman
Ibunda Sulaiman dikenal sebagai wanita yang ahli ibadah. Dalam sebuah riwayat, beliau pernah menasihati putranya:
“Wahai anakku, janganlah engkau memperbanyak tidur di malam hari. Karena banyak tidur di malam hari akan membuat seorang hamba menjadi fakir pada hari Kiamat.”
Artinya, malam adalah ladang ibadah. Orang yang larut dalam tidur dan lalai dari ibadah malam, akan menyesal di hari perhitungan.
Kisah Semut yang Berdoa Meminta Hujan
Dalam riwayat lain, diceritakan bahwa suatu waktu masyarakat di masa Sulaiman keluar untuk istisqa’ (meminta hujan). Nabi Sulaiman pun keluar bersama mereka. Tiba-tiba, beliau melihat seekor semut berdiri, mengangkat salah satu kakinya ke langit, seakan-akan berdoa memohon hujan.
Beliau berkata kepada kaumnya (maknanya):
“Kembalilah, kalian telah diberi hujan. Doa semut itu telah dikabulkan untuk kalian.”
Dalam riwayat lain yang marfū’ (sampai kepada Nabi ﷺ), disebutkan: Seorang nabi keluar bersama kaumnya untuk meminta hujan, lalu mereka melihat semut mengangkat sebagian kakinya ke langit. Nabi itu berkata:
“Kembalilah, sungguh kalian akan diberi hujan karena (doa) semut ini.”
Ini menunjukkan betapa doa makhluk kecil dapat menjadi sebab keselamatan bagi manusia.
- Hudhud dan Berita dari Negeri Saba’
Selain memahami bahasa hewan, Nabi Sulaiman juga mengatur mereka sebagai bagian dari sistem kerajaannya. Setiap jenis burung memiliki pemimpin, hadir bergiliran di hadapan beliau layaknya pasukan yang disiplin. Salah satu burung yang memiliki tugas penting adalah hudhud.
Menurut penjelasan Ibnu ‘Abbas dan ulama lain, ketika rombongan Sulaiman kehabisan air di padang pasir, hudhud bertugas mencari sumber air. Allah memberinya kemampuan melihat air di bawah permukaan tanah. Setelah hudhud menunjukkan letaknya, manusia dan jin menggali hingga air keluar.
Suatu hari, Nabi Sulaiman memeriksa barisan burung, namun tidak melihat hudhud di tempatnya. Allah berfirman:
وَتَفَقَّدَ الطَّيْرَ فَقَالَ مَا لِيَ لَا أَرَى الْهُدْهُدَ أَمْ كَانَ مِنَ الْغَائِبِينَ
لَأُعَذِّبَنَّهُ عَذَابًا شَدِيدًا أَوْ لَأَذْبَحَنَّهُ أَوْ لَيَأْتِيَنِّي بِسُلْطَانٍ مُبِينٍ
“Dan dia (Sulaiman) memeriksa burung-burung, lalu berkata, ‘Mengapa aku tidak melihat hudhud, apakah dia termasuk yang tidak hadir? Sungguh, pasti akan aku hukum dia dengan siksaan yang berat, atau pasti akan kusembelih dia, kecuali kalau dia datang kepadaku dengan alasan yang jelas.’” (QS. An-Naml: 20–21)
Tak lama, hudhud datang dan menyampaikan berita besar:
فَمَكَثَ غَيْرَ بَعِيدٍ فَقَالَ أَحَطتُ بِمَا لَمْ تُحِطْ بِهِ وَجِئْتُكَ مِن سَبَإٍ بِنَبَإٍ يَقِينٍ
إِنِّي وَجَدتُّ ٱمْرَأَةً تَمْلِكُهُمْ وَأُوتِيَتْ مِن كُلِّ شَيْءٍ وَلَهَا عَرْشٌ عَظِيمٌ
وَجَدتُّهَا وَقَوْمَهَا يَسْجُدُونَ لِلشَّمْسِ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَزَيَّنَ لَهُمُ ٱلشَّيْطَـٰنُ أَعْمَـٰلَهُمْ فَصَدَّهُمْ عَنِ ٱلسَّبِيلِ فَهُمْ لَا يَهْتَدُونَ
“Maka (hudhud) tidak lama ghaib, lalu datang dan berkata, ‘Aku telah mengetahui sesuatu yang belum engkau ketahui; dan kubawa kepadamu dari (negeri) Saba’ suatu berita yang meyakinkan. Sesungguhnya aku menjumpai seorang perempuan yang memerintah mereka, dia dianugerahi segala sesuatu dan memiliki singgasana yang besar. Aku dapati dia dan kaumnya menyembah matahari, bukan Allah; dan setan telah menjadikan indah bagi mereka perbuatan-perbuatan mereka, maka setan menghalangi mereka dari jalan (yang benar), sehingga mereka tidak mendapat petunjuk.’” (QS. An-Naml: 22–24)
Hudhud juga menyebutkan sifat-sifat Allah:
ٱللَّهُ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ ٱلْعَرْشِ ٱلْعَظِيمِ
“Allah, tidak ada tuhan selain Dia, Tuhan pemilik ‘Arsy yang agung.” (QS. An-Naml: 26)
Ia heran: bagaimana mungkin mereka menyembah matahari, sementara Allah-lah yang:
Mengeluarkan segala yang tersembunyi di langit dan bumi, dan mengetahui apa yang mereka sembunyikan dan tampakkan (lihat QS. An-Naml: 25).
Siapakah Ratu Saba’?
Burung hudhud menceritakan bahwa negeri Saba’ (Yaman) dipimpin oleh seorang wanita. Dalam banyak riwayat, ia dikenal sebagai Balqis. Sebagian ahli nasab menyebut namanya: Balqis binti Syarahil atau Syarahbil, dari keturunan raja-raja besar Yaman dari garis Qahthan.
Ada pula riwayat lemah yang menyebut salah satu orang tuanya dari bangsa jin. Para ulama menegaskan: sanadnya lemah, sehingga tidak bisa dipastikan kebenarannya, dan Allah lebih mengetahui hakikatnya.
Disebutkan juga dalam sebagian kisah, bahwa setelah ayahnya wafat, rakyat pernah mengangkat seorang lelaki sebagai raja, lalu ia berbuat zalim. Balqis kemudian mengatur siasat, menikahinya, lalu ketika ia mabuk, kepalanya dipenggal dan digantung di pintu istana. Rakyat pun menjadikannya penguasa, karena kecerdasan dan keberaniannya.
Namun semua rincian ini bersifat riwayat tambahan, banyak berasal dari Israiliyat; kebenarannya tidak bisa dipastikan secara mutlak.
- Surat Nabi Sulaiman kepada Ratu Balqis
Nabi Sulaiman tidak langsung menyerang. Beliau menguji kebenaran berita hudhud dan mengajak mereka kepada tauhid. Beliau berkata kepada hudhud:
قَالَ سَنَنظُرُ أَصَدَقْتَ أَمْ كُنتَ مِنَ ٱلْكَـٰذِبِينَ
ٱذْهَب بِّكِتَـٰبِى هَـٰذَا فَأَلْقِهْ إِلَيْهِمْ ثُمَّ تَوَلَّ عَنْهُمْ فَٱنظُرْ مَاذَا يَرْجِعُونَ
“Dia (Sulaiman) berkata, ‘Kami akan lihat apakah engkau benar atau termasuk yang berdusta. Pergilah dengan (membawa) suratku ini, lalu jatuhkanlah kepada mereka, kemudian berpalinglah dari mereka, dan lihatlah bagaimana (reaksi) mereka.’” (QS. An-Naml: 27–28)
Hudhud pun terbang, masuk ke istana Balqis, dan melemparkan surat itu ke hadapannya. Balqis segera mengumpulkan para pembesar untuk bermusyawarah:
قَالَتْ يَـٰٓأَيُّهَا ٱلْمَلَؤُا۟ إِنِّىٓ أُلْقِىَ إِلَىَّ كِتَـٰبٌ كَرِيمٌ
إِنَّهُۥ مِن سُلَيْمَـٰنَ وَإِنَّهُۥ بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
أَلَّا تَعْلُوا۟ عَلَىَّ وَأْتُونِى مُسْلِمِينَ
“Dia (Balqis) berkata, ‘Wahai para pembesar, sesungguhnya telah disampaikan kepadaku sebuah surat yang mulia. Sesungguhnya (surat) itu dari Sulaiman, dan sesungguhnya (isinya): Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Janganlah kamu berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.’” (QS. An-Naml: 29–31)
Di sini terlihat adab kenabian: surat dibuka dengan “Bismillāhir-Raḥmānir-Raḥīm”, seruan kepada tauhid, dan ajakan damai sebelum perang.
- Musyawarah Ratu Balqis dan Strateginya
Balqis tidak gegabah. Ia bermusyawarah:
قَالَتْ يَـٰٓأَيُّهَا ٱلْمَلَؤُا۟ أَفْتُونِى فِىٓ أَمْرِى مَا كُنتُ قَاطِعَةً أَمْرًا حَتَّىٰ تَشْهَدُونِ
“Dia berkata, ‘Wahai para pembesar, berilah aku pertimbangan dalam urusanku. Aku tidak pernah memutuskan suatu perkara sebelum kalian hadir.’” (QS. An-Naml: 32)
Mereka menjawab dengan menunjukkan kekuatan militer:
قَالُوا۟ نَحْنُ أُو۟لُوا۟ قُوَّةٍ وَأُو۟لُوا۟ بَأْسٍۢ شَدِيدٍ وَٱلْأَمْرُ إِلَيْكِ فَٱنظُرِى مَاذَا تَأْمُرِينَ
“Mereka berkata, ‘Kami adalah orang-orang yang memiliki kekuatan dan keberanian yang sangat. Namun keputusan ada di tanganmu; maka pertimbangkanlah apa yang akan engkau perintahkan.’” (QS. An-Naml: 33)
Artinya, mereka siap perang, tetapi menyerahkan keputusan pada sang ratu. Balqis kembali menunjukkan kecerdasannya:
قَالَتْ إِنَّ ٱلْمُلُوكَ إِذَا دَخَلُوا۟ قَرْيَةً أَفْسَدُوهَا وَجَعَلُوا۟ أَعِزَّةَ أَهْلِهَآ أَذِلَّةً ۖ وَكَذَٰلِكَ يَفْعَلُونَ
وَإِنِّى مُرْسِلَةٌ إِلَيْهِم بِهَدِيَّةٍ فَنَاظِرَةٌۢ بِمَ يَرْجِعُ ٱلْمُرْسَلُونَ
“Dia berkata, ‘Sesungguhnya para raja apabila memasuki suatu negeri, mereka pasti merusaknya dan menjadikan penduduknya yang mulia menjadi hina; dan demikianlah yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya aku akan mengirimkan hadiah kepada mereka dan akan melihat apa yang dibawa kembali oleh para utusan itu.’” (QS. An-Naml: 34–35)
Balqis ingin menguji: Apakah Sulaiman sekadar raja duniawi yang bisa dilunakkan dengan hadiah, atau seorang nabi yang tidak bisa dibeli?
Ia pun mengirimkan rombongan besar dengan hadiah-hadiah mewah: emas, permata, dan berbagai barang berharga.
Sikap Nabi Sulaiman terhadap Hadiah
Ketika utusan datang, Nabi Sulaiman menjawab dengan tegas:
فَلَمَّا جَآءَ سُلَيْمَـٰنَ قَالَ أَتُمِدُّونَنِ بِمَالٍ فَمَآ ءَاتَىٰنِىَ ٱللَّهُ خَيْرٌۭ مِّمَّآ ءَاتَىٰكُم ۖ بَلْ أَنتُم بِهَدِيَّتِكُمْ تَفْرَحُونَ
ٱرْجِعْ إِلَيْهِمْ ۖ فَلَنَأْتِيَنَّهُم بِجُنُودٍۢ لَّا قِبَلَ لَهُم بِهَا وَلَنُخْرِجَنَّهُم مِّنْهَآ أَذِلَّةً وَهُمْ صَـٰغِرُونَ
“Maka ketika (utusan itu) datang kepada Sulaiman, dia berkata, ‘Apakah (kamu hendak) memberiku harta? Apa yang diberikan Allah kepadaku lebih baik daripada apa yang diberikan-Nya kepadamu; tetapi kamu merasa bangga dengan hadiahnya.’ ‘Kembalilah kepada mereka! Sungguh, kami benar-benar akan datang kepada mereka dengan bala tentara yang mereka tidak mampu melawannya, dan pasti kami akan mengusir mereka dari negeri itu dalam keadaan hina dan mereka menjadi (tawanan) yang rendah.’” (QS. An-Naml: 36–37)
Dengan ini, jelas bagi Balqis bahwa Sulaiman bukan raja biasa. Ia adalah nabi yang diberi kerajaan besar dan tak tertarik dengan suap dunia. Akhirnya, Balqis dan kaumnya tidak punya pilihan kecuali datang sendiri menghadap Nabi Sulaiman dengan sikap tunduk.
- Singgasana Balqis dan Ujian Kecerdasan
Menjelang kedatangan Balqis, Nabi Sulaiman ingin menunjukkan padanya sebagian kecil dari kekuasaan Allah yang dianugerahkan kepadanya. Beliau berkata di hadapan para pembesar:
قَالَ يَـٰٓأَيُّهَا ٱلْمَلَؤُا۟ أَيُّكُمْ يَأْتِينِى بِعَرْشِهَا قَبْلَ أَن يَأْتُونِى مُسْلِمِينَ
“Dia (Sulaiman) berkata, ‘Wahai para pembesar, siapakah di antara kalian yang dapat membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku dalam keadaan berserah diri?’” (QS. An-Naml: 38)
Seorang ifrit dari golongan jin menyanggupi:
قَالَ عِفْرِيتٌۭ مِّنَ ٱلْجِنِّ أَنَا۠ ءَاتِيكَ بِهِۦ قَبْلَ أَن تَقُومَ مِن مَّقَامِكَ وَإِنِّى عَلَيْهِ لَقَوِىٌّ أَمِينٌ
“Berkatalah ifrit dari golongan jin, ‘Aku akan datang kepadamu dengan membawanya sebelum engkau berdiri dari tempat dudukmu; dan sesungguhnya aku benar-benar kuat lagi dapat dipercaya.’” (QS. An-Naml: 39)
Namun, ada seorang hamba Allah yang memiliki ilmu khusus dari Al-Kitab. Banyak ulama menyebut bahwa ia adalah Ashif bin Barkhiyā, kerabat Sulaiman, atau seorang hamba saleh yang mengetahui doa/asma’ tertentu. Ia berkata:
قَالَ ٱلَّذِى عِندَهُۥ عِلْمٌۭ مِّنَ ٱلْكِتَـٰبِ أَنَآ ءَاتِيكَ بِهِۦ قَبْلَ أَن يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ
“Berkatalah orang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab, ‘Aku akan membawanya kepadamu sebelum matamu berkedip.’” (QS. An-Naml: 40)
Sekejap mata, singgasana yang besar itu sudah berada di hadapan Nabi Sulaiman, padahal sebelumnya berada jauh di negeri Yaman. Melihatnya, Sulaiman tidak takjub pada dirinya, tetapi segera menisbatkan semuanya kepada Allah:
فَلَمَّآ رَءَاهُ مُسْتَقِرًّۭا عِندَهُۥ قَالَ هَـٰذَا مِن فَضْلِ رَبِّى لِيَبْلُوَنِىٓ أَءَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ ۖ وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِۦ ۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّى غَنِىٌّۭ كَرِيمٌ
“Maka ketika dia melihat singgasana itu terletak di hadapannya, dia berkata, ‘Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku apakah aku bersyukur atau kufur. Barangsiapa bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barangsiapa kufur maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.’” (QS. An-Naml: 40)
Menguji Kecerdasan Balqis
Sebelum Balqis tiba, Nabi Sulaiman memerintahkan agar singgasananya diubah sedikit bentuk dan perhiasannya. Tujuannya untuk menguji kecerdasan dan kecermatannya. Ketika Balqis datang, ditunjukkanlah singgasana itu:
قِيلَ أَهَـٰكَذَا عَرْشُكِ ۖ قَالَتْ كَأَنَّهُۥ هُوَ
“Dikatakan kepadanya, ‘Apakah seperti inikah singgasanamu?’ Dia menjawab, ‘Seakan-akan itulah dia.’” (QS. An-Naml: 42)
Ia tidak gegabah berkata “ya” atau “bukan”. Ia menjawab dengan penuh kehati-hatian. Ini tanda kecerdasan dan ketajaman berfikirnya.
- Istana Kaca dan Keislaman Ratu Balqis
Nabi Sulaiman kemudian menyiapkan satu lagi ujian sekaligus pelajaran: sebuah lantai kaca yang sangat bening, di bawahnya mengalir air dan ikan-ikan. Allah berfirman:
قِيلَ لَهَا ٱدْخُلِى ٱلصَّرْحَ ۖ فَلَمَّا رَأَتْهُ حَسِبَتْهُ لُجَّةًۭ وَكَشَفَتْ عَن سَاقَيْهَا ۚ قَالَ إِنَّهُۥ صَرْحٌۭ مُّمَرَّدٌۭ مِّن قَوَارِيرَ ۗ قَالَتْ رَبِّ إِنِّى ظَلَمْتُ نَفْسِى وَأَسْلَمْتُ مَعَ سُلَيْمَـٰنَ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَـٰلَمِينَ
“Dikatakan kepadanya, ‘Masuklah ke dalam istana (lantai kaca) ini.’ Maka ketika dia melihatnya, disangkanya kolam yang dalam, dan dia menyingkapkan kedua betisnya. Dia (Sulaiman) berkata, ‘Sesungguhnya itu adalah istana yang lantainya licin terbuat dari kaca.’ (Balqis) berkata, ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri, dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan seluruh alam.’” (QS. An-Naml: 44)
Pada saat itu, Balqis menyadari keterbatasan kekuasaan dan ilmunya. Ia melihat sendiri bahwa Allah telah mengaruniakan kepada Sulaiman kekuasaan, ilmu, dan mukjizat yang jauh melampaui kerajaan duniawi mana pun. Akhirnya, ia masuk Islam dan menyatakan diri tunduk kepada Allah bersama Nabi Sulaiman.
Apakah Nabi Sulaiman Menikahi Balqis?
Dalam sebagian riwayat:
- Disebutkan bahwa Nabi Sulaiman menikahi Balqis, lalu mengembalikannya sebagai ratu Yaman dan sering mengunjunginya. Dikisahkan pula bahwa jin membangun tiga istana megah di Yaman: Ghumdān, Shāliḥīn, dan Baytūn.
- Riwayat lain menyebut: Sulaiman tidak menikahinya, tetapi menikahkannya dengan seorang raja dari kabilah Hamdan, namun tetap menjadikannya penguasa Yaman.
Riwayat pertama lebih masyhur di kalangan sebagian ahli kisah, namun banyak rinciannya lemah atau bersumber dari Israiliyat. Karena itu, yang pasti bagi kita adalah: Balqis beriman dan tunduk kepada Allah. Adapun detail setelah itu, Allah lebih mengetahui kebenarannya.
- Sulaiman, Kuda-Kuda yang Gagah, dan Ujian Hati
Dalam Surah Shād, Allah menyebutkan sisi lain dari kisah Nabi Sulaiman:
وَوَهَبْنَا لِدَاوُۥدَ سُلَيْمَـٰنَ ۚ نِعْمَ ٱلْعَبْدُ ۖ إِنَّهُۥٓ أَوَّابٌ
“Dan Kami karuniakan kepada Dawud (seorang putra bernama) Sulaiman. Dia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia adalah orang yang banyak kembali (bertaubat kepada Allah).” (QS. Shād: 30)
Allah lalu menceritakan:
إِذْ عُرِضَ عَلَيْهِ بِٱلْعَشِىِّ ٱلصَّـٰفِنَـٰتُ ٱلْجِيَادُ
فَقَالَ إِنِّىٓ أَحْبَبْتُ حُبَّ ٱلْخَيْرِ عَن ذِكْرِ رَبِّى حَتَّىٰ تَوَارَتْ بِٱلْحِجَابِ
رُدُّوهَا عَلَىَّ ۖ فَطَفِقَ مَسْحًۭا بِٱلسُّوقِ وَٱلْأَعْنَاقِ
“(Ingatlah) ketika pada suatu sore dipertunjukkan kepadanya kuda-kuda yang tenang berdiri dan sangat cepat larinya. Maka dia berkata, ‘Sesungguhnya aku menyukai kecintaan kepada kebaikan (kuda) sehingga lalai dari mengingat Tuhanku, sampai (matahari) terbenam tertutup oleh tabir (malam).’ Lalu dia berkata, ‘Bawalah kuda-kuda itu kembali kepadaku.’ Lalu dia mulai mengusap-usap (kaki) dan leher kuda-kuda itu.” (QS. Shād: 31–33)
Para ulama menafsirkan:
- Kuda-kuda itu adalah kuda perang yang sangat bagus dan cepat.
- Sulaiman sedang memeriksa dan mengagumi mereka karena Allah, untuk jihad.
Sebagian ulama salaf berpendapat: beliau sampai terluput dari shalat ‘Ashar (atau menundanya), lalu sebagai bentuk penyesalan dan agar hatinya tidak terlalu terikat pada kuda, beliau menyembelihnya dan mensedekahkan (memutus keterikatan).
Sebagian ulama lain menafsirkan: beliau hanya mengusap (membersihkan) keringat dari kaki dan leher mereka, bukan menyembelih.
Apa pun perinciannya, intinya adalah: hati Nabi Sulaiman tidak ridha jika sesuatu – meski itu kuda perang yang bermanfaat – melalaikannya dari mengingat Allah.
Sebagian ulama mengatakan: ketika Sulaiman “mengurbankan” kecintaannya pada kuda karena Allah, Allah menggantinya dengan sesuatu yang lebih besar:
فَسَخَّرْنَا لَهُ ٱلرِّيحَ تَجْرِى بِأَمْرِهِۦ رُخَآءً حَيْثُ أَصَابَ
وَٱلشَّيَـٰطِينَ كُلَّ بَنَّآءٍۢ وَغَوَّاصٍۢ وَءَاخَرِينَ مُقَرَّنِينَ فِى ٱلْأَصْفَادِ
“Maka Kami tundukkan baginya angin yang berhembus dengan perintahnya dengan lembut ke mana saja dia kehendaki. Dan (Kami tundukkan pula) setan-setan, semuanya ahli bangunan dan penyelam. Dan yang lain lagi yang terikat dalam belenggu.” (QS. Shād: 36–38)
Ini sejalan dengan sabda Nabi ﷺ (maknanya):
“Engkau tidak meninggalkan sesuatu karena takut kepada Allah, melainkan Allah pasti menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik bagimu.”
- Doa Kerajaan yang Tidak Dimiliki Siapa pun Setelahnya
Dalam Surah Shād juga diceritakan satu doa besar Nabi Sulaiman:
وَلَقَدْ فَتَنَّا سُلَيْمَـٰنَ وَأَلْقَيْنَا عَلَىٰ كُرْسِيِّهِۦ جَسَدًۭا ثُمَّ أَنَابَ
قَالَ رَبِّ ٱغْفِرْ لِى وَهَبْ لِى مُلْكًۭا لَّا يَنبَغِى لِأَحَدٍۢ مِّنۢ بَعْدِىٓ ۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلْوَهَّابُ
“Dan sungguh Kami telah menguji Sulaiman dan Kami letakkan di atas kursinya tubuh (yang lemah), kemudian dia bertaubat. Dia berkata, ‘Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak patut dimiliki oleh seorang pun sesudahku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi.’” (QS. Shād: 34–35)
Tentang makna “jasad” yang diletakkan di kursinya, ada banyak riwayat Israiliyat yang lemah dan janggal. Ibnu Katsir menegaskan: banyak di antaranya tidak layak dijadikan pegangan. Yang pasti, itu adalah sebuah ujian, lalu Nabi Sulaiman kembali (bertaubat) dan memohon ampun.
Allah pun mengabulkan doanya:
- Menundukkan angin.
- Menundukkan jin, ahli bangunan dan penyelam laut.
- Mengikat sebagian jin yang durhaka dalam belenggu.
هَـٰذَا عَطَآؤُنَا فَٱمْنُنْ أَوْ أَمْسِكْ بِغَيْرِ حِسَابٍۢ
وَإِنَّ لَهُۥ عِندَنَا لَزُلْفَىٰ وَحُسْنَ مَـَٔابٍۢ
“Inilah anugerah Kami; maka berikanlah (kepada siapa yang engkau kehendaki) atau tahanlah tanpa perhitungan. Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan yang dekat di sisi Kami dan tempat kembali yang baik.” (QS. Shād: 39–40)
Ini menggambarkan betapa besar kerajaan Nabi Sulaiman: kekuasaan di bumi, kemampuan mengatur angin, memerintah jin dan manusia, namun semuanya tidak membuatnya lupa bahwa ia hanyalah hamba yang diuji: “Apakah aku bersyukur atau kufur.”
- Nabi Sulaiman dan Baitul Maqdis
Dalam riwayat sahih disebutkan, setelah berbagai ujian itu, Nabi Sulaiman membangun dan menyempurnakan Baitul Maqdis (Masjid Al-Aqsa) dengan bangunan yang sangat kokoh dan indah.
Rasulullah ﷺ bersabda bahwa ketika Sulaiman selesai membangun Baitul Maqdis, ia memohon kepada Allah tiga perkara:
- Hukum (keputusan) yang sesuai dengan hukum Allah — dan itu dikabulkan.
- Kerajaan yang tidak layak dimiliki seorang pun setelahnya — dan itu dikabulkan.
- Siapa pun yang keluar dari rumahnya hanya untuk shalat di Masjid Al-Aqsa, diampuni dosanya sehingga seperti hari ia dilahirkan ibunya.
Rasulullah ﷺ kemudian bersabda (maknanya):
“Kita berharap semoga Allah juga mengabulkan yang ketiga untuk kita.”
Dengan ini, kemuliaan Nabi Sulaiman dan keutamaan Masjid Al-Aqsa semakin jelas: Ia adalah masjid kedua yang dibangun di muka bumi setelah Masjidil Haram, dengan selang sekitar 40 tahun.
- Beberapa Catatan Riwayat
Dalam rangkaian kisah ini, terdapat beberapa riwayat tambahan:
- Tentang semut yang sangat besar, bernama tertentu, dan lain-lain: para ulama menilainya lemah dan tidak pasti.
- Tentang salah satu orang tua Balqis dari kalangan jin: sanadnya lemah.
- Tentang detail teknis “jasad di kursi” (QS. Shād: 34): banyaknya bersumber dari Israiliyat yang janggal.
Ibnu Katsir – setelah menyebutkannya – seringkali menutup dengan kalimat:
“Pada riwayat ini ada banyak hal yang perlu ditinjau. Yang pasti hanyalah apa yang ditegaskan oleh Al-Qur’an dan hadis yang sahih. Adapun selebihnya, Allah lebih mengetahui hakikatnya.”
Sikap bijak bagi kita:
Mengimani apa yang Allah dan Rasul-Nya kisahkan secara tegas, dan bersikap hati-hati terhadap detail-detail tambahan yang tidak jelas sanadnya.
- Pelajaran dari Kisah Nabi Sulaiman
Dari rangkaian panjang kisah Nabi Sulaiman ‘alaihis-salām ini, ada banyak pelajaran:
- Syukur di tengah kekuasaan – Semakin besar nikmat, semakin besar pula syukur dan doa Nabi Sulaiman: “Ya Tuhanku, ilhamkan aku untuk mensyukuri nikmat-Mu...”
- Tauhid di atas segalanya – Baik Balqis maupun Sulaiman sama-sama dituntun menuju puncak: hanya Allah yang berhak disembah, bukan matahari, bukan kekuasaan.
- Ilmu adalah karunia – Kemampuan memahami bahasa burung, semut, jin, dan lain-lain adalah ilmu yang Allah khususkan baginya.
- Kelembutan pada makhluk kecil – Seekor semut pun doanya didengar; Nabi Sulaiman peduli dan memahami mereka.
- Jangan tertipu dunia – Kuda-kuda yang gagah, harta, dan hadiah besar tak membuat Nabi Sulaiman berpaling dari Allah.
- Kekuatan harus disertai keadilan – Sulaiman adalah raja yang sangat kuat, namun selalu kembali kepada Allah, bukan zalim.
Sumber Kisah:
Ibnu Katsir, Qashash al-Anbiyā’

Komentar
Posting Komentar