Wafatnya Abdullah bin Abdul Muththalib


💍 Awal Kehidupan Rumah Tangga yang Singkat

Tak lama setelah Abdullah bin Abdul Muththalib menikah dengan Aminah binti Wahb — seorang wanita terhormat dari suku Zuhrah — keduanya hidup dalam kebahagiaan yang tenang. Abdullah, seorang pemuda Quraisy yang tampan, berakhlak mulia, dan dicintai masyarakat, begitu mencintai istrinya. Namun, kebersamaan itu tak berlangsung lama.

Suatu hari, Abdullah harus berangkat ke negeri Syam untuk berdagang. Ia meninggalkan sang istri tercinta di Makkah, tanpa mengetahui bahwa Aminah telah mengandung benih suci yang kelak akan menjadi Rasul pembawa cahaya bagi seluruh manusia.


🏜️ Perjalanan yang Tak Pernah Kembali

Abdullah menjalankan perdagangannya dengan tekun. Ia menantikan waktu untuk kembali kepada istrinya dan menikmati kehidupan keluarga yang damai. Setelah urusannya selesai, Abdullah pun pulang bersama kafilah dagang Quraisy.

Namun dalam perjalanan pulang, ia singgah di Madinah untuk mengunjungi paman-paman dari pihak ayahnya — Bani Najjar, kerabat kakeknya, Abdul Muththalib. Di sana, Abdullah jatuh sakit. Kondisinya semakin lemah, hingga teman-temannya harus melanjutkan perjalanan tanpa dirinya.

Sesampainya di Makkah, mereka menyampaikan kabar kepada Abdul Muththalib bahwa putranya sedang sakit di Madinah. Sang ayah segera mengutus putra sulungnya, al-Harits, untuk menjemput Abdullah setelah sembuh. Tetapi ketika al-Harits tiba, semuanya telah terlambat. Abdullah telah wafat dan dimakamkan di rumah an-Nābighah dari Bani Najjar.


💔 Duka yang Menyelimuti Makkah

Kabar duka itu membuat al-Harits kembali ke Makkah dengan hati yang hancur. Ia membawa berita pahit bagi ayahnya. Ketika Abdul Muththalib mendengar bahwa putra yang paling dicintainya telah tiada, air matanya menetes tanpa henti.

Kesedihan itu semakin dalam di hati Aminah. Ia menanti-nantikan kepulangan suaminya dengan penuh rindu — kini yang datang hanyalah berita kematian. Segala harapan dan impian tentang kehidupan bahagia bersama suaminya pun sirna.

Abdullah meninggalkan Aminah dalam keadaan mengandung dua bulan. Di rahimnya bersemayam janin yang akan mengubah sejarah manusia: Muhammad ﷺ.


🐪 Warisan Sang Ayah

Abdullah tidak meninggalkan harta yang banyak. Ia hanya mewariskan lima ekor untasekawanan kambing, dan seorang hamba perempuan bernama Ummu Ayman (Barakah al-Habasyiyyah), yang kelak menjadi pengasuh Rasulullah ﷺ.

Harta itu memang sederhana, tetapi bukan tanda kemiskinan. Ia cukup untuk menghidupi keluarga kecil yang ditinggalkan.


🕊️ Ratapan Cinta Seorang Istri

Kesedihan Aminah begitu dalam hingga ia melantunkan bait-bait syair untuk mengenang suaminya:

Telah sunyi lembah Bathhā’ dari keluarga Hasyim,
Yang kini berbaring di liang lahat, berselimutkan kafan putih.
Maut memanggilnya, maka ia pun memenuhi panggilan itu,
Dan tiada tersisa di antara manusia yang sepadan dengan putra Hasyim.
Sore itu mereka mengusung kerandanya bergantian,
Para sahabatnya berebut untuk membawanya dengan cinta dan tangisan.
Jika ajal telah merenggutnya, maka ia tetaplah sang dermawan,
Penuh kasih dan kelembutan.

Ratapan ini menggambarkan betapa dalam cinta Aminah kepada suaminya, dan betapa besar kehilangan yang dirasakannya.


🌙 Mimpi Abdul Muththalib

Tak lama setelah wafatnya Abdullah, ayahnya, Abdul Muththalib, mengalami mimpi yang menakjubkan. Ia bermimpi melihat sebatang pohon besar tumbuh dari punggungnya, menjulang hingga ke langit, cabang-cabangnya membentang ke timur dan barat. Cahaya pohon itu lebih terang dari matahari.

Ia melihat bangsa Arab dan non-Arab bersujud kepadanya, sementara sebagian orang Quraisy mencoba menebangnya. Namun datanglah seorang pemuda tampan dan harum, yang menghalangi mereka dan melindungi pohon itu.

Ketika Abdul Muththalib menanyakan maknanya kepada seorang kahinah (peramal wanita Quraisy), wanita itu berkata:

“Jika mimpimu benar, maka akan lahir dari keturunanmu seorang laki-laki yang akan menguasai timur dan barat, dan seluruh manusia akan tunduk kepadanya.”

Abdul Muththalib kemudian berkata kepada putranya, Abu Thalib:

“Mungkin engkaulah anak itu.”

Namun ternyata bukan — karena mimpi itu adalah isyarat tentang kelahiran Rasulullah ﷺ, sang pembawa rahmat bagi seluruh alam.


📚 Referensi

  • As-Sīrah an-Nabawiyyah fī Dhau’il Qur’ān was-Sunnah 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nabi Syamuil (Samuel) dan Nabi Dawud : Thalut vs Jalut, Ujian Sungai, dan Kembalinya Tabut Bani Israil

Nabi Ilyas عليه السلام

Saba’: Negeri Makmur yang Hilang