Riwayat Abdul Muthalib
👶 Kelahiran Sang Pemimpin
Namanya adalah Syaibah, karena saat lahir di kepalanya sudah tampak sehelai uban (syaibah dalam bahasa Arab).
Ibunya bernama Salma binti ‘Amr bin Zaid, seorang wanita terhormat dari Bani Khazraj, suku An-Najjar di Madinah.
Ayahnya adalah Hasyim bin Abdi Manaf, tokoh besar Quraisy yang terkenal dengan kedermawanannya.
Kelak, Syaibah memiliki nama panggilan (kunyah): Abu Al-Harits.
💍 Asal-Usul Nama “Abdul Muththalib”
Ayahnya, Hasyim, pernah pergi berdagang ke negeri Syam. Dalam perjalanan, ia singgah di Madinah dan bertemu dengan Salma, putri dari ‘Amr bin Labid Al-Khazraji.
Hasyim terpikat oleh kelembutan dan kehormatan Salma, lalu menikahinya.
Namun, ayah Salma menetapkan syarat: jika Salma melahirkan anak, maka anak itu harus tinggal bersama keluarganya di Madinah.
Hasyim pun menyetujui syarat itu.
Beberapa waktu kemudian, Salma hamil. Saat kandungannya membesar, Hasyim kembali meninggalkannya di Madinah dan berangkat berdagang ke Syam lagi.
Di perjalanan pulang, Hasyim meninggal dunia di Gaza, meninggalkan istri yang tengah mengandung.
Salma kemudian melahirkan putra tunggalnya dan menamainya Syaibah. Anak itu tumbuh di Madinah selama tujuh tahun, dikelilingi kasih sayang keluarga ibunya.
🐫 Dijemput oleh Pamannya ke Makkah
Suatu hari, seorang lelaki dari Bani Al-Harits bin Abdi Manaf melewati Madinah. Ia melihat anak-anak sedang bermain memanah.
Di antara mereka, tampak seorang anak yang setiap kali mengenai sasaran berkata lantang:
“Aku adalah anak Hasyim! Aku adalah anak pemimpin Bathha’ (Makkah)!”
Lelaki itu penasaran dan bertanya,
“Siapa kamu, wahai anak kecil?”
“Aku anak Hasyim bin Abdi Manaf,” jawabnya.
Lelaki itu pun segera kembali ke Makkah dan menemui Al-Muththalib, adik kandung Hasyim. Ia berkata:
“Wahai Abu Al-Harits, aku melihat seorang anak di Madinah, keponakanmu, putra Hasyim. Tidak pantas anak seperti dia dibiarkan di sana!”
Mendengar itu, Al-Muththalib segera berangkat ke Madinah untuk menjemputnya. Ia menemukan Syaibah sedang bermain, lalu membawanya pulang ke Makkah dengan izin ibunya.
🕋 Disebut ‘Abdul Muththalib’
Ketika mereka tiba di Makkah pada waktu Dhuha, orang-orang melihat Al-Muththalib datang bersama seorang anak muda.
Mereka bertanya,
“Siapa anak ini yang bersamamu?”
Karena tidak ingin menarik perhatian, Al-Muththalib menjawab,
“Ini budakku.”
Sejak saat itu, orang-orang memanggil Syaibah dengan sebutan “Abdul Muththalib”, yang berarti hamba milik Muththalib.
Nama itu pun melekat padanya hingga akhir hayatnya.
⚖️ Memperjuangkan Hak Waris
Setelah dewasa, Al-Muththalib menyerahkan kepada Abdul Muththalib harta peninggalan ayahnya, Hasyim.
Namun setelah Al-Muththalib wafat, pamannya yang lain, Naufal bin Abdi Manaf, merampas sebagian tanah warisan itu.
Abdul Muththalib meminta bantuan para pemuka Quraisy, tapi mereka enggan ikut campur.
Akhirnya, ia menulis surat kepada keluarga ibunya di Madinah, Bani Najjar, meminta pertolongan.
Tak lama, datanglah Abu Sa’d bin ‘Udas An-Najjari bersama 80 penunggang kuda dari Madinah menuju Makkah.
Mereka menemui Naufal dan menegurnya dengan keras:
“Demi Tuhan Pemilik Ka’bah, kembalikan hak anak saudara perempuan kami, atau pedang ini akan berbicara!”
Takut akan kemarahan mereka, Naufal pun mengembalikan tanah itu.
Setelah urusan selesai, keluarga Bani Najjar dijamu oleh Abdul Muththalib selama tiga hari penuh, lalu mereka melaksanakan umrah sebelum kembali ke Madinah.
💧 Menemukan Kembali Sumur Zamzam
Suatu ketika, Abdul Muththalib mendapatkan petunjuk dalam mimpi tentang lokasi sumur kuno milik Nabi Ismail ‘alaihissalām yang telah lama tertimbun oleh suku Jurhum.
Dengan penuh keyakinan, ia menggali tanah di tempat yang ditunjukkan dalam mimpinya, hingga air Zamzam kembali memancar, memberi kehidupan bagi penduduk Makkah dan para jamaah haji.

Komentar
Posting Komentar