Pernikahan ‘Abdullāh bin ‘Abdul-Muṭṭalib dan Āminah binti Wahb

🌙 Pemuda Quraisy yang Dikenal dan Dihormati

‘Abdullāh bin ‘Abdul-Muṭṭalib adalah seorang pemuda yang elok rupanya, kuat tubuhnya, dan mulia keturunannya. Setelah peristiwa penyelamatan dirinya dari penyembelihan — peristiwa yang mengharukan seluruh Quraisy — ia semakin dikenal dan dikagumi.

Ketampanannya dan kehormatannya menjadikannya pujaan banyak gadis Quraisy. Banyak di antara mereka berharap dapat menjadi istrinya. Bahkan dikisahkan, banyak wanita Quraisy yang sedih dan kecewa karena tidak bisa menikah dengannya.


🕋 Pilihan Sang Ayah yang Bijaksana

Ayahnya, ‘Abdul-Muṭṭalib, seorang tokoh terhormat dan pemimpin Mekah, mulai memikirkan calon istri terbaik bagi putranya. Dengan kebijaksanaan dan pengetahuannya tentang nasab dan kehormatan keluarga, ia akhirnya menemukan pilihan yang tepat:

Āminah binti Wahb, putri pemuka Bani Zuhrah — seorang wanita mulia, cantik, dan terhormat nasabnya.

Tanpa menunda, ‘Abdul-Muṭṭalib menggandeng tangan putranya dan membawanya menuju rumah keluarga Bani Zuhrah. Mereka diterima oleh Wahb bin ‘Abd Manāf, ayah Āminah dan pemuka kabilah tersebut. Di rumah itulah berlangsung pernikahan yang penuh berkah antara dua insan mulia ini.


💍 Pernikahan yang Singkat namun Dikenang Sepanjang Zaman

Setelah akad nikah, ‘Abdullāh tinggal bersama Āminah di rumah ayahnya selama tiga hari, sesuai adat bangsa Arab kala itu. Pada hari keempat, ia membawa istrinya pindah ke rumah keluarga Bani ‘Abdul-Muṭṭalib.

Pasangan muda ini hidup bahagia, saling mencintai, dan diridai oleh Allah. Namun kebahagiaan itu tidak berlangsung lama — hanya sekitar sepuluh hari saja menurut para sejarawan.
Itulah seluruh usia rumah tangga mereka, namun dari pernikahan singkat itulah kelak lahir seorang insan agung: Muḥammad ﷺ, penutup para nabi dan rasul.


💫 Cahaya di Wajah ‘Abdullāh

Dikisahkan bahwa sebelum menikah, ‘Abdullāh pernah melewati seorang wanita dari Bani Asad bin ‘Abdul-‘Uzzā, bernama Qutaylah, saudari dari Waraqah bin Nawfal. Saat melihat wajah ‘Abdullāh, ia melihat cahaya yang berkilau terang, dan berkata:

“Engkau pantas mendapatkan unta-unta yang disembelihkan untukmu. Datanglah kepadaku sekarang.”

Namun ‘Abdullāh menjawab dengan sopan,

“Aku sedang bersama ayahku, aku tidak bisa menentangnya atau meninggalkannya.”

Ada pula riwayat lain yang menyebut bahwa wanita itu bernama Fāṭimah binti Marr al-Khath‘amiyyah, seorang wanita yang cantik dan terhormat. Ia pun melihat cahaya kenabian di wajah ‘Abdullāh dan berkata:

“Wahai pemuda, maukah engkau datang kepadaku sekarang? Aku akan memberimu seratus ekor unta.”

Namun ‘Abdullāh dengan tegas menolak tawaran itu.


🕊️ Keteguhan dan Kehormatan

Diriwayatkan bahwa saat ditawari, ‘Abdullāh menanggapi dengan bait syair penuh makna:

“Adapun yang haram, maka kematian lebih baik darinya,
Sedang yang halal belum jelas bagiku jalannya.
Bagaimana mungkin aku menuruti keinginanmu itu,
Sedangkan orang yang mulia menjaga kehormatan dan agamanya.”

Sebuah jawaban yang menunjukkan kemuliaan akhlak dan keteguhan iman.
Beberapa ulama kemudian berpendapat bahwa maksud wanita itu mungkin bukan untuk maksiat, melainkan lamaran untuk menikah. Namun, apa pun tafsirnya, kisah ini menunjukkan betapa tinggi kehormatan dan keteguhan ‘Abdullāh dalam menjaga dirinya.


Sumber : Sirah al Nabawiyah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nabi Syamuil (Samuel) dan Nabi Dawud : Thalut vs Jalut, Ujian Sungai, dan Kembalinya Tabut Bani Israil

Nabi Ilyas عليه السلام

Saba’: Negeri Makmur yang Hilang