Perintah Allah untuk mengorbankan Nabi Ismail عليه السلام

Hijrah dan Doa Seorang Kekasih Allah

Setelah meninggalkan kaumnya demi menjaga tauhid, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam memohon sesuatu yang sangat beliau rindukan sepanjang hidupnya: seorang anak yang saleh.

Dalam kesendiriannya, Ibrahim berdoa:

“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku seorang anak yang termasuk orang-orang yang saleh.”

Allah mengabulkan doa itu. Pada usia Ibrahim yang sudah sangat tua—66 tahun—lahirlah seorang anak yang kelak dikenal karena kesabarannya: Ismail ‘alaihis salam. Dialah anak pertama Ibrahim, dan semua umat beragama sepakat bahwa Ismail adalah putra sulung beliau.


Tumbuhnya Seorang Pemuda yang Saleh dan Mandiri

Ismail tumbuh dengan penuh keberkahan. Ketika usianya sudah dewasa dan mampu membantu ayahnya bekerja, tibalah masa yang digambarkan Al-Qur’an sebagai:

“Sampai pada umur sanggup berusaha bersama ayahnya.”

Para ulama seperti Mujahid menjelaskan bahwa ini adalah masa ketika Ismail sudah kuat, mandiri, dan mampu bekerja seperti ayahnya. Pada masa itulah ujian besar dari Allah turun.


Mimpi yang Menguji Ketaatan

Suatu malam, Ibrahim bermimpi. Mimpi itu bukan mimpi biasa, sebab menurut riwayat dari Ibnu Abbas:

“Mimpi para nabi adalah wahyu.”

Dalam mimpi itu, Allah memerintahkan Ibrahim untuk menyembelih Ismail, putra yang sangat dicintainya, putra yang lahir di masa tua, dan satu-satunya anak saat itu.

Ini bukan ujian yang ringan. Sebelumnya, Ibrahim telah diuji dengan:

  • Diperintahkan meninggalkan Hajar dan Ismail kecil di lembah tandus tanpa manusia.

  • Dibakar oleh Namrud karena mempertahankan tauhid.

  • Mengorbankan harta untuk menjamu tamu.

Dan kini, Allah memerintahkannya mengorbankan sesuatu yang lebih besar: anak satu-satunya.


Percakapan yang Menggetarkan Langit

Agar hati Ismail tidak terkejut, Ibrahim menyampaikan perintah Allah itu dengan lembut:

“Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu.”

Ismail, dengan keteguhan iman yang luar biasa, menjawab tanpa ragu:

“Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu. InsyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”

Inilah puncak ketaatan seorang anak: patuh kepada ayah dan tunduk kepada perintah Allah.


Saat Keduanya Berserah Diri

Keduanya pun berjalan menuju tempat penyembelihan. Al-Qur’an menggambarkan momen itu:

“Maka ketika keduanya telah berserah diri…”

Para ulama menjelaskan:

  • Keduanya pasrah kepada perintah Allah.

  • Ibrahim telah mantap melaksanakannya.

  • Ismail pun pasrah terhadap kematian sebagai bentuk ketaatan.

Ibrahim membaringkan Ismail.

Ada beberapa penjelasan ulama:

  • Ibrahim menelungkupkan Ismail agar tidak melihat wajahnya.

  • Ada yang mengatakan posisi seperti hewan qurban, dengan satu sisi pipi menempel pada tanah.

  • Ibrahim berniat menyembelih dari belakang leher agar tidak menyaksikan ekspresi anaknya.

Ibrahim mengucapkan nama Allah, bertakbir, dan mengarahkan pisaunya.


Pisau Itu Tidak Melukai

Beberapa riwayat menyebutkan:

  • Pisau itu digerakkan, tetapi tidak memotong apa pun.

  • Allah membuat penghalang dari tembaga antara leher Ismail dan pisau.

Ujian ketaatan telah mencapai puncaknya.


Seruan dari Langit

Di saat yang sangat menegangkan itu, terdengarlah panggilan dari Allah:

“Wahai Ibrahim! Sungguh engkau telah membenarkan mimpi itu.”

Allah menegaskan bahwa Ibrahim telah melewati ujian yang paling jelas dan berat. Tidak ada lagi keraguan tentang ketulusan dan kesungguhan iman beliau.


Datangnya Tebusan: Seekor Domba dari Surga

Allah kemudian menurunkan tebusan:

“…Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”

Mayoritas ulama menjelaskan bahwa hewan itu adalah:

  • Seekor domba jantan besar, putih,

  • Bermata besar/hitam,

  • Bertanduk,

  • Pernah menggembala di surga selama empat puluh tahun,

Menurut riwayat, domba itu:

  • Turun di bukit Tsabir,

  • Terikat di pohon Samurah,

  • Ismail disembelih di sekitar Maqam Ibrahim atau di Mina.

Menurut sebuah riwayat, domba jantan itu adalah domba yang dulu dipersembahkan anak Nabi Adam, yang qurbannya diterima Allah.

Sisa tanduk domba itu bahkan pernah tergantung di dalam Ka'bah hingga akhirnya terbakar saat Ka’bah terbakar.


Bukti Bahwa yang Disembelih adalah Ismail

Sebagian kecil ulama terdahulu berpendapat bahwa yang disembelih adalah Ishaq. Namun mayoritas besar ulama mengatakan:

👉 Yang disembelih adalah Ismail.

Beberapa dalil penting:

a. Al-Qur’an memberi kabar gembira tentang Ishaq setelah kisah penyembelihan

Bagaimana mungkin Ishaq disembelih sebelum lahirnya Ya’qub, padahal Allah sudah menjanjikan kelahiran Ya’qub dari Ishaq?

Ini adalah argumentasi kuat yang disebut Muhammad bin Ka’b al-Qurazhi dan disetujui oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz.

b. Riwayat sahabat

Di antara sahabat dan tabi’in yang menyatakan bahwa yang disembelih adalah Ismail:

  • Ali bin Abi Thalib

  • Ibn Umar

  • Abu Hurairah

  • Ibn Abbas

  • Sa’id bin al-Musayyib

  • Sa’id bin Jubair

  • Mujahid

  • Al-Hasan al-Bashri

  • Asy-Sya’bi

  • Dan banyak lainnya

c. Umat Yahudi pun mengetahui hal itu

Ibnu Katsir berkata bahwa ada juga riwayat dari Mu‘awiyah. Dalam riwayat itu disebutkan bahwa ada seorang laki-laki yang berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Wahai anak dari dua orang yang (pernah) akan disembelih!”

Mendengar ucapan itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tersenyum.
Yang dimaksud “dua orang yang hendak disembelih” adalah Ismail (kakek beliau yang jauh) dan Abdullah (ayah beliau), karena keduanya pernah hampir disembelih dalam kisah yang masyhur.

Pendapat bahwa yang diperintahkan untuk disembelih adalah Ismail juga dianut oleh Umar bin Abdul Aziz dan oleh ahli sejarah Muhammad bin Ishaq bin Yasar. Al-Hasan Al-Bashri bahkan berkata, “Tidak ada keraguan dalam masalah ini.”

Muhammad bin Ishaq juga meriwayatkan kisah lain:
Ia berkata bahwa Buraidah bin Sufyan bin Farwah Al-Aslami meriwayatkan dari Muhammad bin Ka‘b. Suatu hari, Muhammad bin Ka‘b menjelaskan pendapatnya kepada Umar bin Abdul Aziz—yang saat itu menjadi khalifah—ketika ia bersamanya di Syam. Ia menjelaskan dengan berdalil pada firman Allah setelah kisah penyembelihan:

“Dan Kami beri dia kabar gembira dengan (kelahiran) Ishaq, dan setelah Ishaq (lahir) Ya‘qub.”

Setelah mendengar penjelasan itu, Umar bin Abdul Aziz berkata:
“Aku belum pernah memikirkan hal itu sebelumnya. Dan aku melihat pendapatmu benar.”

Kemudian Umar bin Abdul Aziz memanggil seorang lelaki di Syam yang sebelumnya adalah Yahudi lalu masuk Islam dengan baik. Lelaki itu dikenal sebagai salah satu orang yang paling mengetahui kitab-kitab mereka. Umar bertanya kepadanya tentang siapa sebenarnya putra Ibrahim yang diperintahkan untuk disembelih.

Muhammad bin Ka‘b, yang hadir saat itu, menceritakan bahwa laki-laki tersebut menjawab:

“Demi Allah, yang diperintahkan untuk disembelih adalah Ismail, wahai Amirul Mukminin! Orang-orang Yahudi sebenarnya juga tahu. Tetapi mereka dengki kepada kalian, wahai kaum Arab, karena bapak kalian adalah Ismail—yang Allah muliakan dan disebutkan keutamaannya karena kesabarannya menjalankan perintah Allah. Maka mereka mengingkarinya dan mengklaim bahwa yang disembelih adalah Ishaq, karena Ishaq adalah nenek moyang mereka.”

📚 Sumber : Al-Bidāyah wa Al-Nihāyah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nabi Syamuil (Samuel) dan Nabi Dawud : Thalut vs Jalut, Ujian Sungai, dan Kembalinya Tabut Bani Israil

Nabi Ilyas عليه السلام

Saba’: Negeri Makmur yang Hilang