Nabi Yusuf عليه السلام (bagian 2)

Yusuf Dibuang ke Dalam Sumur

Yusuf tinggal di dalam sumur selama tiga hari. Di tempat gelap itu, Allah mengutus seorang malaikat untuk melepaskan belenggu di tangan dan kakinya.

Pada hari ketiga, datanglah kafilah musafir yang hendak mengambil air. Orang yang bertugas mengambil air menurunkan timbanya. Saat timba itu menyentuh ruang sumur, Yusuf bergantung pada tali sehingga ia terangkat ke atas.

Ketika melihat Yusuf, si pengambil air sangat gembira. Ia berkata, “Ini seorang anak muda!”
Namun ia dan teman-temannya menyembunyikan Yusuf sebagai barang dagangan, agar anggota kafilah lain tidak ikut memiliki bagian.


Yusuf Dijual oleh Saudara-saudaranya

Sementara itu, Yahuda—salah satu saudara Yusuf—datang membawa makanan ke sumur. Ia kaget karena sumur itu kosong. Setelah mencari, ia melihat Yusuf berada di rumah seorang lelaki bernama Malik, tempat para musafir itu bermalam.

Saudara-saudara Yusuf pun datang dan berkata kepada Malik, “Dia adalah budak kami yang melarikan diri.”
Yusuf takut, sehingga ia tidak mengungkapkan kenyataan sebenarnya.

Para musafir itu akhirnya membeli Yusuf dari saudara-saudaranya dengan harga yang sangat murah—disebutkan 20 atau 40 dirham.


Yusuf Dibawa ke Mesir dan Dibeli oleh Al-Aziz

Kafilah itu membawa Yusuf ke Mesir. Malik memberikan pakaian kepadanya dan menawarkannya untuk dijual.
Lalu Al-Aziz, penguasa perbendaharaan Mesir, membelinya. Raja Mesir saat itu adalah Ar-Rayyan bin Al-Walid.

Setelah membawa Yusuf ke rumahnya, Al-Aziz berkata kepada istrinya yang bernama Ra‘il (Zulaikha),

“Muliakanlah tempat tinggalnya. Bisa jadi ia bermanfaat bagi kita, atau kita angkat sebagai anak.”


Masa Dewasa Yusuf dan Godaan Istri Al-Aziz

Ketika Yusuf berusia 33 tahun, Allah memberinya ilmu dan hikmah.

Ra‘il adalah wanita cantik yang hidup mewah. Namun ia jatuh cinta kepada Yusuf dan berusaha membujuknya. Ia mengunci pintu-pintu dan memintanya memenuhi keinginannya.

Namun Yusuf berkata:

“Aku berlindung kepada Allah. Sesungguhnya suamimu adalah tuanku. Ia telah memuliakan tempat tinggalku. Orang yang zalim tidak akan beruntung.”

Ra‘il terus merayu dengan memuji rambut, mata, dan wajah Yusuf. Namun Yusuf selalu mengingatkan dirinya sendiri bahwa semua kecantikan itu akan mati dan hancur.

Saat Yusuf hampir terjatuh dalam godaan, Allah memperlihatkan kepadanya bayangan Nabi Ya‘qub yang berkata:

“Wahai Yusuf, jangan melakukannya. Selama engkau menjauhinya, engkau seperti burung di langit yang bebas. Jika engkau menuruti hawa nafsu, engkau seperti burung mati yang jatuh ke tanah.”

Yusuf pun sadar dan lari menuju pintu.

Ra‘il mengejarnya, menarik baju Yusuf dari belakang, hingga bajunya robek. Saat itu juga suaminya muncul bersama sepupunya.

Ra‘il menuduh Yusuf telah berbuat buruk. Yusuf menjawab bahwa justru dialah yang menggoda.

Sepupu Ra‘il memberi solusi:

“Lihatlah sobekan gamis. Jika sobek di depan, Yusuf yang salah. Jika sobek di belakang, maka wanita itu yang berdusta.”

Mereka memeriksanya, dan sobek itu memang dari belakang.
Al-Aziz berkata kepada istrinya,

“Mintalah ampun, karena engkau yang bersalah.”

Ia pun berkata kepada Yusuf agar merahasiakan kejadian itu.


Peristiwa Para Wanita

Berita tentang Ra‘il dan Yusuf tersebar di antara para wanita kota. Untuk membuktikan sesuatu kepada mereka, Ra‘il mengundang mereka, menyediakan tempat duduk dan buah-buahan serta pisau untuk memotongnya.

Kemudian ia memanggil Yusuf keluar.

Ketika para wanita itu melihat Yusuf, mereka terpesona, hingga tanpa sadar melukai tangan mereka sendiri. Mereka berkata:

“Ini bukan manusia, ini malaikat yang mulia!”

Ra‘il pun mengakui perbuatannya dan berkata bahwa Yusuf telah menolak dirinya. Ia mengancam:

“Jika ia tidak mau mengikuti perintahku, ia akan dipenjara dan menjadi orang yang hina.”


Yusuf Memilih Penjara

Yusuf lebih memilih penjara daripada bermaksiat. Ia berdoa agar Allah menjauhkan tipu daya para wanita darinya. Allah pun mengabulkan doanya.

Meskipun Al-Aziz sempat berniat membiarkannya bebas, akhirnya Yusuf tetap dipenjara—dalam satu riwayat disebutkan karena Ra‘il mengeluhkan bahwa Yusuf telah “membuka aibnya” kepada orang-orang.


Yusuf di Penjara dan Dua Pemimpi

Di penjara, Yusuf bersama dua pemuda:

  • seorang juru roti,

  • seorang juru minuman raja.

Keduanya dituduh hendak meracuni raja.
Suatu hari mereka melihat mimpi dan meminta Yusuf menakwilkannya.

Yusuf terlebih dahulu mengajak mereka kepada tauhid, lalu menjelaskan maknanya:

● Juru minuman akan kembali bekerja dan menyuguhkan minuman kepada rajanya.
● Juru roti akan dihukum mati, dan burung akan memakan roti di kepalanya sebagaimana dalam mimpinya.

Janji yang Terlupa dan Penjara yang Dipanjangkan

Setelah Yusuf selesai menakwilkan mimpi kedua pemuda itu—bahwa salah satu akan kembali bekerja melayani raja dan yang lain akan dihukum mati—keduanya tiba-tiba berkata:

"Kami tidak bermimpi apa-apa!"

Namun Yusuf menegaskan:

“Telah diputuskan perkara yang kalian berdua tanyakan takwilnya.”

Maksudnya, apa yang ia takwilkan pasti terjadi, meskipun keduanya berusaha mengelak karena takut.

Kemudian Yusuf berbicara secara khusus kepada pemuda yang ia yakini akan selamat — namanya Nabwu, yaitu juru minuman raja. Ia berkata kepadanya:

“Sebutkanlah aku di sisi tuanmu, yaitu raja. Beritahukan kepadanya bahwa aku dipenjara dengan zalim.”

Namun, ketika pemuda itu bebas dan kembali bekerja, setan membuatnya lupa menyampaikan pesan Yusuf.

Para ulama menafsirkan bahwa kelalaian ini terjadi karena setan membuat Nabwu lupa, sementara bagi Yusuf, ini menjadi ujian dari Allah.

Disebutkan dalam riwayat:

“(Terdapat) kelalaian yang menimpa Yusuf dari pihak setan.”

Allah pun mewahyukan kepadanya sebagai bentuk tarbiyah (pendidikan ilahiah):

“Wahai Yusuf, engkau telah menjadikan selain-Ku sebagai wakil (penolong)!”

Dan sebagai konsekuensi dari ketergantungan itu, Allah berfirman:

“Sungguh akan Aku panjangkan penjaramu.”

Maka Yusuf pun tetap berada di dalam penjara selama:

“tujuh tahun.”

Tujuh tahun penuh dalam kesabaran, hingga tibalah saat Allah menampakkan hikmah besar di balik semuanya — melalui mimpi sang raja yang kelak mengantarkan Yusuf kepada kebebasan, kemuliaan, dan kekuasaan.


Sumber :

📘 Al-Kamil fi at-Tarikh, Edisi Tadmuri

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nabi Syamuil (Samuel) dan Nabi Dawud : Thalut vs Jalut, Ujian Sungai, dan Kembalinya Tabut Bani Israil

Nabi Ilyas عليه السلام

Saba’: Negeri Makmur yang Hilang