Nabi Syuaib عليه السلام

Awal Kisah: Dari Keturunan Mulia

Nabi Syu‘aib ‘alaihis-salām dikenal sebagai salah satu nabi Allah yang paling fasih dan pandai berdakwah. Karena keindahan tutur katanya, beliau dijuluki "Khatīb al-Anbiyā’" – Oratornya para nabi.

Ulama berbeda pendapat tentang nasabnya. Sebagian besar mengatakan ia adalah keturunan langsung Nabi Ibrahim ‘alaihis-salām, yakni Syu‘aib bin ‘Ifā bin Nuwaib bin Madyan bin Ibrahim. Namun, ada juga yang mengatakan bahwa beliau adalah keturunan dari orang beriman kepada Ibrahim dan merupakan putra dari anak perempuan Nabi Luth.

Diutus kepada Dua Kaum

Allah mengutus Nabi Syu‘aib kepada dua kaum yang berbeda: 

- Kaum Madyan, yang merupakan tempat tinggal asal beliau.

- Kaum Aikah, yang tinggal di wilayah yang berdekatan dengan Madyan.

Kedua kaum ini terkenal karena kecurangan dalam berdagang — mereka terbiasa mengurangi takaran dan timbangan, mempermainkan pasar, dan berbuat zalim dalam ekonomi.

Melihat keburukan itu, Nabi Syu‘aib memulai dakwahnya:

"Wahai kaumku, sembahlah Allah! Janganlah kalian berbuat curang! Berlaku jujurlah dalam menimbang dan menakar!”

Beliau menasihati dengan kelembutan, mengajak dengan hikmah, namun keteguhan imannya tidak goyah, meski sebagian besar dari mereka menolak.

Khatib yang Ditentang

Meski berbicara dengan indah, kaumnya malah mencemooh dan meremehkannya. Mereka berkata:

“Sungguh, kami melihatmu orang lemah, Syu‘aib! Kalau bukan karena keluargamu, pasti kami sudah merajammu!”

Beberapa sejarawan menyebutkan bahwa julukan “lemah” ini mungkin karena beliau telah lanjut usia, bahkan ada riwayat bahwa di akhir hidupnya penglihatannya melemah. Namun sebagian ulama menolak, karena Allah tidak pernah mengutus nabi dalam keadaan cacat atau buta. Yang pasti, kelemahan fisik tak pernah mengurangi kekuatan hatinya dalam berdakwah.

Azab dari Awan: Hari yang Kengerianya Dikenang

Setelah sekian lama mendustakan Nabi Syu‘aib, Allah pun menurunkan azab yang tak pernah mereka bayangkan.

Langit begitu panas. Sinar matahari membakar, udara seperti api. Napas terasa sesak. Mereka berlarian dari rumah mencari angin, tetapi panas itu mengejar ke mana pun mereka lari.

Lalu mereka melihat segumpal awan hitam menggantung di langit. Mereka mengira itu perlindungan, padahal itu adalah azab yang ditangguhkan.

"Cepat! Mari kita berkumpul di bawah awan itu!" seru salah satu dari mereka.

Begitu mereka semua bernaung di bawah awan itu, tiba-tiba api turun dari langit, menyambar mereka satu demi satu, membakar seluruh kaum itu hingga lenyap tak bersisa.

Allah menamakan peristiwa itu sebagai "Yaum az-Zullah" – Hari Awan.

Azab ini menimpa kedua kaum: Madyan dan Aikah, dengan detail sedikit berbeda.

Menurut ulama Qatādah:

Madyan dihancurkan dengan suara menggelegar (ṣaiḥah).

Aikah dibakar setelah disiksa panas selama tujuh hari.

Ratapan dari Sebuah Jiwa yang Ditinggalkan

Pada masa azab itu, raja wilayah Madyan bernama Kalmūn ikut binasa. Saudari (atau putrinya) yang bernama Hālifah meratap pedih:

“Kalmūn telah menggoyahkan pijakanku...
Kematian datang padanya di tengah kaum,
Dia pemimpin kami,
Namun api telah menghampirinya di bawah awan..."
"Rumah-rumah pun terbakar hangus,
Hilang lenyap seperti tak pernah ada...”

Rintihan duka itu menggema, menjadi saksi bahwa keangkuhan telah menghancurkan satu negeri.

Hubungan Istimewa dengan Nabi Musa

Dalam catatan sejarah, Nabi Syu‘aib juga terlibat dalam kisah Nabi Musa ‘alaihis-salām.

Ketika Musa melarikan diri dari Mesir, ia tinggal di Madyan dan menikahi salah satu putri Nabi Syu‘aib, kemudian tinggal dan bekerja untuknya selama beberapa tahun.

Setelah masa itu, Nabi Syu‘aib pun pergi ke Makkah dan wafat di sana. Beliau dimakamkan dekat Hajar Aswad di Masjidil Haram.

Usianya saat wafat mencapai 140 tahun.

Pelajaran dari Kisah Ini

Kejujuran adalah kunci keberkahan. Kaum Madyan dan Aikah jatuh bukan karena kemiskinan, tetapi karena kerakusan.

Nasihat yang lemah lembut tidak selalu didengar, tetapi tetaplah menyampaikan kebenaran, seperti Syu‘aib menyampaikan meski terus ditentang.

Azab Allah bisa datang dalam bentuk yang tak disangka: ketika teduh awan malah menjadi kobaran api. 

📚 Sumber :

📘 “Al-Muntazham fī Tārīkh al-Mulūk wa al-Umam” 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nabi Syamuil (Samuel) dan Nabi Dawud : Thalut vs Jalut, Ujian Sungai, dan Kembalinya Tabut Bani Israil

Nabi Ilyas عليه السلام

Saba’: Negeri Makmur yang Hilang