Nabi Syits عليه السلام: Dari Wafatnya Hawa Hingga Lahirnya Penyembahan Berhala

Qabil membuat tempat pemujaan api

 Wasiat dan Kenabian

Setelah wafatnya Nabi Adam ‘alaihis-salām, tampuk kepemimpinan umat manusia berpindah kepada putranya, Syits ‘alaihis-salām. Dialah wasiat (penerus) ayahnya — seorang yang saleh, bijaksana, dan dipilih oleh Allah untuk meneruskan tugas kenabian.

Diriwayatkan bahwa kepada Syits diturunkan lima puluh lembaran wahyu, berisi tuntunan hidup dan syariat yang menerangi jalan umat manusia pada masa itu.

Dari seluruh keturunan Adam, hanya keturunan Syits yang tetap hidup dan berkembang. Semua manusia saat ini berasal dari garis keturunannya, sebab anak-anak Adam yang lain tidak meninggalkan keturunan yang bertahan lama.

Syits tinggal di Makkah, menjalankan ibadah haji dan umrah, serta menghimpun dan mengamalkan seluruh wahyu yang diturunkan kepadanya dan kepada ayahnya, Adam ‘alaihis-salām.


🕊️ Peristiwa pada Masa Syits

Wafatnya Hawa

Pada masa Syits pula, Hawa, ibu seluruh manusia, berpulang ke rahmat Allah — setahun setelah wafatnya Adam. Ia dimakamkan di samping suaminya.

Keduanya tetap dimakamkan di tempat itu hingga masa Nabi Nuh ‘alaihis-salām. Ketika datang banjir besar (thūfān), Nuh menggali jasad keduanya, meletakkannya dalam peti, dan membawanya ke dalam bahtera. Setelah air surut, Nuh mengembalikan mereka ke tempat semula.

Pembangunan Ka‘bah

Diriwayatkan pula bahwa Syits bin Adam membangun Ka‘bah dengan batu dan tanah liat sebagai tempat ibadah kepada Allah.
Sebagian ulama mengatakan bahwa bangunan yang dibuat Syits untuk Adam di lokasi Ka‘bah tetap berdiri hingga datangnya banjir besar di zaman Nuh.


🔥 Awal Kemusyrikan: Kisah Qabil dan Iblis

Ketika Qabil membunuh saudaranya Habil, ia melarikan diri ke Yaman. Di sana, Iblis menemuinya dan menanamkan tipu daya:

“Kurban saudaramu diterima karena ia menyembah api. Maka dirikanlah api sendiri agar engkau dan keturunanmu menyembahnya.”

Qabil pun mendirikan rumah api dan menjadi orang pertama yang menyembah api. Dari keturunannya lahir para penguasa zalim yang akhirnya binasa tanpa keturunan yang bertahan.

Sebagian dari keturunan Qabil juga menciptakan alat-alat musik seperti seruling, genderang, dan kecapi. Mereka tenggelam dalam hiburan dan kemaksiatan, bahkan sebagian keturunan Syits ikut larut bersama mereka. Dari situlah maksiat, minum khamr, dan perbuatan keji mulai tersebar.


🌾 Wasiat Kenabian: Dari Syits hingga Idris ‘alaihis-salām

Syits memiliki anak bernama Anwasy, yang kemudian menerima wasiat kepemimpinan setelah ayahnya wafat. Anwasy dikenal bijaksana, orang pertama yang menanam kurma dan biji-bijian, serta hidup selama 905 tahun.

Anwasy mewariskan tugas kenabian kepada Qinan, lalu kepada Mahlail, kemudian kepada Yarid (Yared). Dari garis Yarid inilah lahir seorang nabi besar — Khonukh (Idris ‘alaihis-salām).

Semua mereka hidup dalam ketaatan, memimpin dengan hikmah, dan menjaga ajaran tauhid yang diwariskan oleh Adam dan Syits.


🪔 Awal Penyembahan Berhala

Pada masa Yarid, ayah Nabi Idris, manusia mulai menyembah berhala untuk pertama kalinya.

Ketika Nabi Adam wafat, anak-anak Syits menaruh jasad beliau di Gua di Gunung Nūd. Mereka sering datang ke sana untuk berdoa dan menghormatinya.
Melihat hal itu, seorang dari keturunan Qabil berkata kepada kaumnya:

“Orang-orang Syits punya tempat suci untuk disucikan dan didatangi, sedangkan kita tidak punya apa pun.”

Maka ia membuat patung pertama, meniru penghormatan anak-anak Syits kepada Adam.

Tak lama kemudian, muncul lima orang saleh bernama Wadd, Suwā‘, Yaghūth, Ya‘ūq, dan Nasr. Ketika mereka wafat, kaum mereka bersedih, lalu seorang dari keturunan Qabil membuat lima patung menyerupai mereka.

Awalnya, patung-patung itu hanya dikenang dan dihormati. Namun generasi berikutnya mulai mengagungkannya berlebihan, dan pada generasi ketiga mereka menyembahnya dengan keyakinan bahwa patung-patung itu bisa memberi syafaat di sisi Allah.

Ketika itulah Nabi Idris ‘alaihis-salām diutus untuk menyeru mereka kepada tauhid, namun mereka menolak. Maka Allah mengutus Nabi Nuh ‘alaihis-salām, dan banjir besar pun terjadi, menghanyutkan semua berhala itu hingga terbawa ke wilayah Jeddah.


Sumber : al-Muntaẓam fī Tārīkh al-Mulūk wa al-Umam, Tārīkh al-Ṭabarī, Mir’āt al-Zamān, al-Bidāyah wa al-Nihāyah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nabi Syamuil (Samuel) dan Nabi Dawud : Thalut vs Jalut, Ujian Sungai, dan Kembalinya Tabut Bani Israil

Nabi Ilyas عليه السلام

Saba’: Negeri Makmur yang Hilang