Nabi Sholih عليه السلام dan Kaum Tsamud

Pemandangan lembah Al-Ḥijr dengan rumah-rumah terpahat di tebing batu dan seekor unta besar keluar dari batu yang terbelah, disaksikan kaum Ṯsamūd di tengah gurun tandus saat senja

Asal Usul Kaum Ṯsamūd

Kaum Ṯsamūd adalah keturunan Ṯsamūd bin Jāṯir bin Iram bin Sām, yang tinggal di daerah Al-Ḥijr, terletak di antara Ḥijāz dan Syam.
Mereka hidup setelah kaum ‘Ād, dalam keadaan makmur dan sejahtera.
Mereka ahli membangun rumah-rumah dari batu pegunungan yang dipahat dengan indah dan kuat.

Namun di balik kemajuan dan kekayaan itu, mereka menjadi sombong dan kafir. Mereka lebih memilih menyembah berhala daripada Allah Yang Maha Esa.


Diutusnya Nabi Ṣhāliḥ

Allah mengutus kepada mereka Nabi Ṣāliḥ bin ‘Ubaid bin Āsif bin Māsyij bin ‘Ubaid bin Jādir bin Ṯsamūd, seorang yang dikenal bijaksana dan jujur.
Beliau menyeru kaumnya agar kembali menyembah Allah semata, tanpa menyekutukan-Nya.

Namun, mereka menolak dengan berkata:

“Wahai Ṣhāliḥ, dahulu kami menaruh harapan besar kepadamu sebelum engkau mengatakan hal-hal seperti ini.”

Mereka tidak mau meninggalkan tradisi nenek moyang mereka yang menyembah berhala.


Seruan Lembut yang Ditolak

Dengan sabar Nabi Ṣhāliḥ menjawab:

“Wahai kaumku, bagaimana pendapat kalian jika aku memiliki bukti yang nyata dari Tuhanku dan Dia telah memberiku rahmat dari sisi-Nya? Jika aku mendurhakai-Nya, siapa yang dapat melindungiku dari azab Allah?”

Namun mereka tetap mengejek:

“Engkau hanyalah orang yang terkena sihir.”


Munculnya Unta Mukjizat

Kaum Ṯsamūd kemudian menantang Nabi Ṣhāliḥ:

“Jika engkau benar, keluarkanlah seekor unta betina dari batu besar itu, seekor unta yang sedang bunting dan akan melahirkan!”

Nabi Ṣhāliḥ pun berdoa kepada Allah.
Tiba-tiba batu besar itu bergetar dan terbelah, lalu keluarlah seekor unta betina besar sesuai dengan permintaan mereka.
Tak lama kemudian, unta itu melahirkan anaknya di hadapan mereka semua.

Melihat mukjizat itu, sebagian kecil beriman, tetapi kebanyakan tetap ingkar dan sombong.


Unta Allah dan Pembagian Air

Nabi Ṣhāliḥ berkata:

“Wahai kaumku, inilah unta betina Allah. Ia memiliki giliran minum, dan kalian pun memiliki giliran di hari berikutnya. Janganlah kalian menyentuhnya dengan kejahatan, nanti kalian akan ditimpa azab yang besar.”

Mereka pun bergiliran: satu hari unta itu minum dari sumur, dan pada hari berikutnya kaum Ṯsamūd mengambil airnya.
Dari unta itu, mereka memperoleh susu yang melimpah — sebuah berkah dari Allah.

Namun, rasa iri dan dengki mulai muncul di hati mereka. Mereka merasa terganggu oleh keberadaan unta itu dan berencana membunuhnya.


Rencana Jahat dan Pembunuhan Unta

Dua wanita kafir, Ṣadūq dan ‘Unayzah, menggoda para pemuda dengan janji duniawi agar membunuh unta itu.
Akhirnya, sembilan orang pemuda sepakat melaksanakan kejahatan itu.

Ketika unta itu keluar dari tempat minumnya, seorang pemuda memanahnya, mengenai betisnya, lalu Qidār bin Sālif — orang yang paling jahat di antara mereka — menebasnya hingga mati.

Anak unta itu berlari ke puncak gunung dan mengeluarkan tiga kali tangisan, lalu menghilang.


Tiga Hari Menunggu Azab

Setelah unta dibunuh, Nabi Ṣhāliḥ berkata:

“Bersukarialah di rumah kalian selama tiga hari. Itu janji yang pasti tidak akan didustakan.”

Tanda-tanda azab mulai tampak:

  • Hari pertama: wajah mereka menguning.

  • Hari kedua: wajah mereka memerah.

  • Hari ketiga: wajah mereka menghitam.

Pada pagi hari keempat, datanglah suara keras dari langit dan gempa dari bumi.
Seluruh kaum Ṯsamūd pun mati membeku di tempat mereka, tak ada yang selamat.


Akhir Tragis Kaum Ṯsamūd

Tidak ada yang tersisa kecuali seorang wanita tua bernama Kalbah binti As-Salq, yang sangat membenci Nabi Ṣhāliḥ.
Ia melarikan diri ke negeri Arab dan akhirnya mati setelah minum air, sebagaimana yang telah ditakdirkan.

Allah berfirman:

“Seolah-olah mereka tidak pernah hidup di sana. Ketahuilah bahwa kaum Ṯsamūd telah kafir kepada Tuhan mereka; binasalah kaum Ṯsamūd.”


Kisah Abū Righāl dan Tongkat Emas

Ketika Rasulullah ﷺ melewati daerah Al-Ḥijr, beliau bersabda:

“Janganlah kalian meminta mukjizat seperti kaum Ṣhāliḥ. Mereka meminta unta, lalu ketika Allah memberikannya, mereka membunuhnya. Maka Allah menimpakan suara keras dari langit yang membinasakan mereka semua.”

Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda lagi di tempat kubur Abū Righāl:

“Ini adalah kubur Abū Righāl, seorang dari kaum Ṯsamūd. Ia berada di tanah suci sehingga selamat dari azab Allah. Namun ketika keluar, ia ditimpa azab seperti kaumnya. Ia dikubur di sini bersama sebatang tongkat emas.”

Para sahabat pun menggali kuburnya dan benar-benar menemukan tongkat emas itu, sebagaimana sabda Nabi ﷺ.


Akhir Kehidupan Nabi Ṣhāliḥ

Setelah azab menimpa kaumnya, Nabi Ṣāliḥ meninggalkan negeri Ṯsamūd menuju Syam, kemudian menetap di Palestina, dan akhirnya berpindah ke Makkah.
Di sana, beliau beribadah kepada Allah dengan penuh ketulusan hingga wafat pada usia 58 tahun, setelah 20 tahun berdakwah dengan sabar menghadapi penolakan kaumnya.

Sebelum wafat, beliau pernah melewati lembah ‘Usfān sebagaimana Nabi Hūd untuk menunaikan haji. Rasulullah ﷺ kemudian bersabda kepada Abū Bakr:

“Sungguh di lembah ini pernah melewati Hūd dan Ṣhāliḥ ‘alaihimassalām dengan mengendarai unta, memakai kain kasar, berserban dari kulit, dan mereka bertalbiyah menunaikan haji ke Baitullah yang tua.”


📖 Sumber:

Qashash al-Anbiyā’ dan Al-Kāmil fī at-Tārīkh

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nabi Syamuil (Samuel) dan Nabi Dawud : Thalut vs Jalut, Ujian Sungai, dan Kembalinya Tabut Bani Israil

Nabi Ilyas عليه السلام

Saba’: Negeri Makmur yang Hilang