Nabi Musa عليه السلام , Para Penyihir, Masyitah, dan Asiyah
Fir’aun Mengumpulkan Para Penyihir
Fir’aun merasa tertantang dengan dakwah Musa. Untuk menunjukkan kekuasaannya, ia mengumpulkan para penyihir terbaik dari seluruh negeri.
Ada yang mengatakan jumlah mereka 70 orang, ada yang mengatakan 72, ada pula yang menyebut 15.000, bahkan ada yang mengatakan 30.000 penyihir.
Hari yang ditetapkan adalah hari raya besar kerajaan. Fir’aun mengatur barisan para penyihir dan mengumpulkan massa yang sangat banyak.
Musa dan Harun Menghadiri Pertemuan Besar
Musa datang bersama saudaranya, Harun, membawa tongkatnya. Mereka berdiri di hadapan Fir’aun dan para pembesarnya.
Musa menasihati para penyihir:
“Celakalah kalian, jangan membuat dusta atas nama Allah, nanti Dia akan membinasakan kalian.”
Para penyihir saling berbisik, mengakui bahwa perkataan Musa bukanlah perkataan seorang tukang sihir.
Namun mereka tetap menantang:
“Dengan kekuasaan Fir’aun, pasti kami yang menang!”
Mereka berkata kepada Musa:
“Wahai Musa, kamu yang melempar dulu atau kami yang memulai?”
Musa membalas,
“Silakan kalian mulai.”
Ujian Tongkat: Sihir vs Mukjizat
Para penyihir melemparkan tali dan tongkat mereka.
Di mata manusia, semuanya berubah menjadi ular-ular besar seperti gunung, memenuhi seluruh lembah.
Musa merasa takut.
Allah mewahyukan padanya:
“Lemparkan apa yang ada di tangan kananmu. Ia akan menelan semua yang mereka buat.”
Musa pun melemparkan tongkatnya, dan tongkat itu berubah menjadi ular raksasa yang menelan seluruh tali dan tongkat para penyihir hingga tidak tersisa.
Ketika Musa mengambilnya kembali, tongkat itu kembali seperti semula.
Para Penyihir Beriman
Kepala para penyihir yang buta bertanya kepada mereka:
“Apakah tali dan tongkat kita benar-benar lenyap dan tidak kembali bentuk asal?”
Mereka menjawab, “Tidak tersisa apa pun.”
Maka ia berkata,
“Ini bukan sihir.”
Ia sujud, diikuti semua penyihir, sambil berkata:
“Kami beriman kepada Tuhan seluruh alam, Tuhannya Musa dan Harun.”
Ancaman dan Pembunuhan Fir'aun
Fir’aun marah besar:
“Kalian beriman sebelum aku izinkan? Musa pasti pemimpin kalian! Akan kupotong tangan dan kaki kalian secara bersilang, dan kusalib kalian di batang kurma!”
Tentara Fir’aun kemudian membunuh mereka, sementara mereka berdoa:
“Ya Tuhan kami, limpahkan kesabaran pada kami dan wafatkan kami sebagai Muslim.”
Mereka memulai hari sebagai orang kafir, dan menutup hari sebagai syuhada.
Kharbil, Mukmin dari Keluarga Fir’aun
Di istana Fir’aun ada seorang pria mukmin bernama Kharbil, yang menyembunyikan keimanannya.
Ada yang mengatakan dia dari Bani Israil, ada pula yang mengatakan dia dari bangsa Qibthi.
Bahkan ada yang mengatakan dialah pembuat peti tempat bayi Musa dihanyutkan ke sungai Nil.
Ketika ia menyaksikan kemenangan Musa atas para penyihir, ia menampakkan keimanannya. Sebagian riwayat mengatakan ia dibunuh dan disalib bersama para penyihir.
Kisah Istri Kharbil: Penata Rambut Putri Fir’aun
Istrinya juga seorang mukminah yang menyembunyikan imannya. Ia bekerja sebagai penata rambut putri Fir’aun.
Suatu ketika sisirnya terjatuh, dan ia berkata:
“Bismillah.”
Putri Fir’aun terkejut.
“Apakah maksudmu ayahku?”
Ia menjawab:
“Bukan, tetapi Tuhanku, Tuhanmu, dan Tuhan ayahmu.”
Putri itu melapor pada ayahnya.
Fir’aun memanggil perempuan itu dan anak-anaknya, bertanya:
“Siapa Tuhanmu?”
Ia menjawab:
“Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah.”
Fir’aun memerintahkan dibuatnya tungku tembaga yang sangat panas untuk menyiksanya.
Perempuan itu berkata,
“Aku punya satu permintaan: kumpulkan tulangku dan tulang anak-anakku, lalu kuburkan bersama.”
Fir’aun mengabulkan.
Anak-anaknya dilemparkan ke tungku satu demi satu.
Anak terakhir, seorang bayi kecil, berkata:
“Bersabarlah, Ibu. Engkau berada di jalan yang benar.”
Ia pun syahid bersama anaknya.
Asiyah, Istri Fir’aun: Teladan Keimanan
Asiyah, istri Fir’aun, juga seorang mukminah yang menyembunyikan imannya.
Ketika ia melihat para malaikat membawa ruh perempuan penata rambut itu, Allah membuka basirahnya, sehingga hatinya dipenuhi keyakinan kepada Musa.
Fir’aun masuk dan menceritakan apa yang terjadi.
Asiyah berkata kepadanya:
“Celakalah kamu! Alangkah berani kamu menentang Allah!”
Fir’aun mencurigainya:
“Apakah engkau terkena kegilaan seperti perempuan itu?”
Ia menjawab:
“Aku tidak gila. Aku beriman kepada Allah, Tuhanku, Tuhanmu, dan Tuhan seluruh alam.”
Fir’aun memanggil ibunya, yang mencoba membujuknya agar kembali tunduk kepada Fir’aun.
Asiyah menolak keras.
Fir’aun memerintahkan agar ia diikat dengan empat pasak dan disiksa hingga meninggal.
Saat sakaratul maut, Asiyah berdoa:
“Ya Tuhanku, bangunkan untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam Surga.
Selamatkan aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan dari kaum yang zalim.”
Allah membuka penglihatannya; ia melihat para malaikat dan kemuliaan yang disiapkan untuknya.
Ia tersenyum.
Fir’aun berkata:
“Lihatlah kegilaan yang menimpanya! Ia tertawa saat disiksa!”
Asiyah wafat sebagai salah satu wanita terbaik sepanjang zaman.
Kesombongan Fir’aun dan Menara Haman
Melihat rakyatnya takut kepada Musa, Fir’aun khawatir mereka akan beriman. Ia membuat tipu daya.
Ia memerintahkan menterinya, Haman:
“Bangunkan untukku menara tinggi. Aku ingin naik dan melihat Tuhan Musa.”
Haman membuat batu bata—dikatakan ia orang pertama yang membuatnya—dan membangun menara itu selama tujuh tahun, hingga mencapai ketinggian yang belum pernah dicapai bangunan mana pun.
Musa merasa keberatan melihat kesombongan itu.
Allah menenangkannya:
“Biarkan dia. Aku akan menghancurkan semua itu dalam satu saat.”
Ketika bangunan selesai, Allah memerintahkan Jibril untuk merobohkannya.
Semua pekerjanya binasa.
Penindasan terhadap Bani Israil
Melihat kehancuran itu sebagai tanda kekuasaan Allah, Fir’aun malah makin keras.
Ia memerintahkan pelayannya memperberat tekanan terhadap Bani Israil dan Musa.
Mereka diberikan pekerjaan yang tidak sanggup mereka lakukan, tanpa diberi makan seperti sebelumnya.
Laki-laki dan wanita hidup dalam kesulitan besar.
Mereka mengadu kepada Musa.
Musa berkata:
“Mintalah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah.
Sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.
Mudah-mudahan Tuhan kalian membinasakan musuh kalian dan menjadikan kalian pemimpin di bumi.”
Sumber :
📚 Al-Kāmil fī at-Tārīkh

Komentar
Posting Komentar