Nabi Musa عليه السلام , Dari Kelahiran Hingga Pertemuan dengan Keluarga Syu‘aib
Jarak Nasab Para Nabi
Para ahli sejarah menyebutkan:
Antara masa Nabi Musa dan Nabi Ibrahim terpaut seribu tahun.
Antara Nabi Ibrahim dan Nabi Nuh juga seribu tahun.
Antara Nabi Nuh dan Nabi Adam pun seribu tahun.
Tentang nasabnya, disebutkan bahwa Musa adalah putra Imran, bin Qahits, bin Lewi, bin Ya‘qub. Sebagian ulama menyebut variasi lain dalam penyebutan nama-nama leluhur tersebut.
Nama ibu Nabi Musa adalah Yukhābidz.
Fir'aun dan Awal Kemunculannya
Fir‘aun pada zaman Musa adalah Fir‘aun paling jahat dari generasi Fir‘aun Mesir yang berkuasa. Fir‘aun bernama al-Walid bin Mush‘ab bin Mu‘awiyah bin Abi Numair bin al-Hilwash bin Laits bin Haran bin ‘Amr bin ‘Imlaq Diceritakan bahwa hidupnya mencapai tiga ratus tahun, dan dia adalah penguasa keempat dari dinasti Fir‘aun.
Ia menindas Bani Israil dengan sangat keras:
Sebagian dipaksa membangun gedung-gedung dan bangunan istana,
Sebagian dicaplok tenaganya untuk bercocok tanam,
Sebagian lain yang tak memiliki keahlian wajib membayar pajak berat.
Sosok Fir‘aun sebelum berkuasa
Riwayat menyebutkan bahwa Fir‘aun sebenarnya berasal dari Isfahan dan dahulu hanyalah penjual obat-obatan yang bangkrut. Saat merantau ke Mesir, ia melihat keanehan:
Di gerbang kota, satu keranjang semangka harganya satu dirham,
Di dalam kota, satu buah semangka juga satu dirham.
Saat ia membeli satu keranjang semangka, orang-orang mengambil semuanya tanpa membayar, menyisakan satu buah yang kemudian ia jual dengan harga satu dirham. Ketika ia protes, mereka menjawab: “Beginilah tradisi kami.”
Ketika bertanya apakah ada pemimpin yang menegakkan keadilan, rakyat menjawab bahwa raja sibuk bersenang-senang dan menyerahkan urusan pemerintahan pada menteri yang tak peduli.
Dari pemungut upeti jenazah menjadi raja
Fir‘aun lalu bekerja sebagai pemungut biaya pemakaman:
Ia memasang tarif empat dirham untuk setiap jenazah.
Ketika putri raja wafat, ia menaikkan tarif berkali-kali lipat sehingga membuat heboh seluruh negeri.
Akhirnya raja mengetahui keadaan itu. Fir‘aun menceritakan bahwa ia melakukan semua itu agar raja sadar tentang buruknya keadaan rakyat. Raja pun memecat menterinya, mengangkat Fir‘aun sebagai menteri, dan setelah raja wafat, rakyat sepakat menjadikannya penguasa.
Kekuasaannya terus berlanjut atas mereka; satu generasi punah dan digantikan oleh generasi lainnya. Usianya semakin tua dan pemerintahannya sangat panjang, hingga pada puncaknya ia menjadi penguasa zalim yang kemudian mengaku sebagai tuhan.
Ramalan Para Peramal
Para peramal mengatakan:
“Akan lahir seorang anak laki-laki dari Bani Israil yang kelak akan menghancurkan kerajaanmu.”
Ketakutan menguasai hati Firaun.
Ia memulai kebijakan mengerikan: membunuh setiap bayi laki-laki dari Bani Israil.
Namun bangsa Qibthi kemudian memprotes. Mereka berkata bahwa jika semua bayi laki-laki dibunuh, siapa yang akan menjadi pekerja dan pelayan mereka kelak? Maka Fir‘aun menetapkan sistem baru—satu tahun pembunuhan, satu tahun dibiarkan hidup.
Pada tahun saat tidak ada pembunuhan, Harun lahir.
Tahun berikutnya, saat pembunuhan berlaku… Musa lahir.
Kelahiran Musa dan Diselamatkannya dari Maut
Ketika ibu Musa mengandung, tidak ada tanda kehamilan terlihat. Ia melahirkan secara diam-diam, dan hanya Maryam, kakak Musa, yang mengetahuinya. Musa disembunyikan selama tiga bulan, hingga saat para tentara Fir‘aun mendatangi rumah-rumah.
Pada suatu hari, ketika pencari bayi mendekat, sang ibu memasukkan Musa ke tungku, dan Allah menyelamatkannya dari kebinasaan.
Namun ancaman semakin dekat. Dengan hati yang hancur, ia membuat sebuah peti kecil, meletakkan Musa di dalamnya, dan melepaskannya ke sungai. Air mengalir pelan, membawa peti itu menuju istana Fir‘aun.
Ketika peti dibuka, Fir‘aun mengenali bahwa bayi itu adalah anak Ibrani. Ia bertanya-tanya bagaimana anak itu dapat lolos dari pembunuhan.
Tetapi Asiyah, istrinya, berkata lembut:
“Biarkan ia hidup. Ia bukan anak yang lahir tahun ini. Jadikan ia penyejuk mata bagiku dan bagimu.”
Dan Musa pun hidup di istana, diasuh oleh orang yang kelak ia lawan.
Maryam, atas perintah sang ibu, mengikuti dari jauh. Ketika Musa tak mau menyusu dari siapa pun, Maryam menawarkan seorang wanita yang dapat menjadi ibu susuan.
Wanita itu adalah ibu Musa sendiri. Dengan cara yang ajaib, Allah mengembalikan sang bayi kepada ibunya.
Ujian Masa Kecil Musa
Pada suatu hari, Musa kecil menarik jenggot Fir‘aun. Fir‘aun murka dan ingin membunuhnya. Asiyah meminta diuji apakah Musa tahu apa yang ia lakukan. Maka diletakkan di hadapannya:
Sebuah batu yaqut, dan
Segumpal bara api.
Musa mengambil bara api lalu memasukkannya ke mulutnya hingga lidahnya terbakar. Inilah sebab keluarnya doa Musa dalam Al-Qur'an:
“Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku.” (Thaha: 27)
Dewasa dan Peristiwa Pembunuhan
Ketika Musa sudah dewasa, ia keluar istana dan melihat dua lelaki bertengkar—seorang Qibthi dan seorang Bani Israil. Orang Israil meminta bantuan Musa, dan dengan satu pukulan, lelaki Qibthi itu mati.
Musa terkejut dan menyesal. Namun rahasia itu terbongkar pada hari berikutnya, ketika orang Israil yang sama kembali meminta tolong dan berkata dengan lantang:
“Apakah engkau ingin membunuhku seperti kemarin?”
Kata-kata itu terdengar oleh banyak orang, dan kini seluruh kota tahu siapa pembunuh itu. Musa pun menjadi buronan dan ia melarikan diri meninggalkan Mesir.
Perjalanan ke Madyan
Musa melakukan perjalanan panjang sekitar delapan hari hanya dengan makan dedaunan dan tanpa alas kaki. Ia berjalan hingga sampai di sebuah sumber air di negeri Madyan.
Di sana ia melihat:
Para penggembala laki-laki sedang memberi minum ternaknya,
Dua wanita yang menahan kambing-kambing mereka.
Ketika Musa bertanya, mereka berkata:
“Kami tidak bisa mengambil air sebelum para penggembala selesai. Ayah kami sudah tua.”
Musa kemudian mendekati sumur, mengangkat batu besar yang biasanya hanya sanggup diangkat sepuluh lelaki, dan membantu keduanya mengambilkan air.
Setelah itu ia duduk di bawah naungan pohon lalu berdoa:
“Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.” (QS Al-Qashash: 24)
Pertemuan dengan Keluarga Syu‘aib
Salah satu perempuan kembali lebih cepat dari biasanya. Ayah mereka—yang menurut sebagian riwayat adalah Nabi Syuaib—heran dan meminta cerita. Setelah mendengar kisah Musa, ia meminta salah satu putrinya untuk memanggil Musa.
Perempuan itu berjalan dengan malu-malu. Ketika ia berjalan di depan, angin menyingkap sebagian pakaiannya. Musa segera berkata:
“Berjalanlah di belakangku, dan tunjukkan jalan kepadaku dengan suara saja.”
Setibanya di rumah, Musa menceritakan seluruh kisahnya.
Salah satu putri berkata kepada ayahnya:
“Wahai ayahku, jadikanlah ia pekerja bagi kita. Sesungguhnya orang terbaik yang engkau jadikan pekerja adalah yang kuat dan terpercaya.”
Ayahnya bertanya bagaimana ia tahu Musa kuat dan amanah.
Ia menjawab:
“Ia mengangkat batu besar sendirian, dan ia memintaku berjalan di belakangnya agar tubuhku tidak terlihat.”
Ayahnya itu kemudian berkata kepada Musa:
“Aku ingin menikahkanmu dengan salah satu putriku.”
Menurut sebagian riwayat, putri yang dinikahi Musa adalah Shafura, menurut riwayat lain bernama Laya.
Musa menerimanya, dan ia bekerja untuk keluarga itu sampai masa perjanjiannya selesai..
Sumber :
Al-Muntazhim fī Tārīkh al-Mulūk wa al-Umam

Komentar
Posting Komentar