Kisah Bani Israil Setelah Selamat dari Fir’aun

Setelah Menyeberangi Laut dan Tenggelamnya Fir’aun

Setelah Allah menyelamatkan Bani Israil dan menenggelamkan Fir’aun bersama tentaranya, Bani Israil masih ragu. Mereka berkata:

“Sesungguhnya Fir’aun itu tidak tenggelam.”

Musa pun berdoa kepada Allah agar keraguan itu dihilangkan. Lalu Allah menampakkan jasad Fir’aun kepada mereka dalam keadaan sudah mati, tenggelam. Bani Israil mengambil jasad itu, melihatnya, dan menjadikannya sebagai pelajaran bahwa Allah benar-benar telah membinasakan musuh mereka.


Melihat Penyembah Berhala dan Godaan Pertama

Perjalanan mereka pun berlanjut. Dalam perjalanan, mereka melewati suatu kaum yang menyembah berhala. Pemandangan itu memengaruhi hati sebagian dari mereka. Mereka berkata kepada Musa:

“Wahai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan.”
(Lihat QS. Al-A‘raf: 138)

Musa menjawab dengan tegas:

“Sesungguhnya kalian adalah kaum yang bodoh.”

Mendengar teguran ini, mereka pun meninggalkan keinginan untuk memiliki berhala seperti kaum itu. Namun, akar kecenderungan kepada syirik ternyata belum hilang dari hati sebagian mereka.


Kota-Kota Fir’aun dan Harta Rampasan

Setelah Fir’aun dan para pembesar Mesir binasa, negeri-negeri mereka menjadi kosong dari para pemimpin dan orang-orang kuat. Yang tersisa hanyalah:

  • Para wanita
  • Anak-anak
  • Orang-orang sakit
  • Orang-orang tua
  • Orang lumpuh dan lemah

Musa kemudian mengirim dua pasukan besar Bani Israil ke kota-kota bekas kekuasaan Fir’aun. Setiap pasukan berjumlah dua belas ribu orang. Panglimanya adalah:

  • Yusya’ bin Nun
  • Kalab bin Yufanna (Kaleb)

Mereka memasuki negeri-negeri itu dan mengambil harta-harta yang tersisa. Apa yang mampu mereka bawa, mereka bawa. Adapun yang tidak sanggup mereka angkut, mereka jual kepada orang lain.


Janji Sebuah Kitab: Perintah Puasa 40 Malam

Saat Musa masih di Mesir, Allah telah menjanjikan kepadanya bahwa jika ia keluar bersama Bani Israil dan musuh mereka dibinasakan, Allah akan memberikan kepada mereka sebuah kitab yang berisi:

  • Apa yang harus mereka kerjakan
  • Apa yang harus mereka tinggalkan

Setelah Fir’aun dibinasakan dan Bani Israil diselamatkan, mereka berkata:

“Wahai Musa, datangkanlah kepada kami kitab yang telah engkau janjikan.”

Musa pun memohon kepada Tuhannya. Allah memerintahkannya:

  • Berpuasa 30 hari
  • Mensucikan diri dan pakaiannya
  • Berangkat ke Gunung Thur Sina untuk diajak berbicara dan diberikan kitab

Musa pun berpuasa tiga puluh hari, dimulai dari tanggal 1 Dzulqa’dah. Ia berangkat menuju gunung dan meninggalkan saudaranya, Harun, sebagai pengganti untuk memimpin Bani Israil.

Dalam perjalanan menuju gunung, Musa merasa tidak nyaman dengan bau mulutnya karena puasa. Ia lalu bersiwak dengan sepotong kayu (ada yang mengatakan kayu khurnub, ada yang mengatakan kulit pohon). Maka Allah mewahyukan:

“Tidakkah engkau tahu bahwa bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi-Ku daripada bau misk (kesturi)?”

Allah lalu memerintahkannya berpuasa 10 hari lagi. Musa pun berpuasa tambahan 10 hari, yaitu 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. Maka genaplah 40 malam sebagaimana firman Allah:

“Maka sempurnalah waktu yang ditentukan Tuhannya empat puluh malam.”
(QS. Al-A‘raf: 142)


Bani Israil Diuji: Lahirnya Anak Sapi Samiri

Pada 10 malam tambahan itu, terjadilah fitnah besar. Tiga puluh hari telah lewat dan Musa belum kembali. Sebagian Bani Israil mulai gelisah dan goyah.

Harun, yang menggantikan Musa, mengingatkan mereka tentang harta rampasan dan perhiasan yang mereka bawa dari orang-orang Qibti (Mesir):

“Sesungguhnya harta rampasan perang tidak halal bagi kalian. Perhiasan yang kalian pinjam dari kaum Qibti itu adalah rampasan. Galilah sebuah lubang dan lemparkanlah perhiasan itu ke dalamnya sampai Musa kembali dan memutuskan hukum tentangnya.”

Mereka pun mematuhi Harun dan melemparkan semua perhiasan itu ke dalam sebuah lubang.

Di tengah keadaan itu muncullah seorang bernama Samiri. Ada yang mengatakan dia berasal dari daerah Bajarma, ada pula yang mengatakan dari Bani Israil sendiri. Samiri memegang segenggam tanah yang pernah ia ambil dari bekas telapak kuda malaikat Jibril ketika peristiwa sebelumnya. Ia melemparkan tanah itu ke tempat perhiasan tadi.

Dengan izin Allah, perhiasan itu berubah menjadi patung anak sapi yang berbentuk tubuh dan dapat mengeluarkan suara lenguhan. Ada beberapa riwayat:

  • Ada yang mengatakan: anak sapi itu bisa melenguh dan berjalan.
  • Ada yang mengatakan: ia hanya melenguh sekali saja, tidak berulang.
  • Ada pula yang mengatakan: Samiri terlebih dahulu membentuk patung anak sapi dari perhiasan itu selama tiga hari, lalu melemparkan tanah tadi ke dalamnya, maka patung itu pun dapat melenguh.

Ketika Bani Israil melihat patung anak sapi yang bersuara itu, Samiri berkata:

“Inilah tuhanmu dan tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa (meninggalkannya).”
(Lihat QS. Thaha: 88)

Sebagian besar dari mereka lalu mengerumuni patung itu dan menyembahnya.


Peringatan Harun yang Diabaikan

Melihat kaumnya mulai menyembah anak sapi, Harun mengingatkan:

“Wahai kaumku, sesungguhnya kalian hanya diuji dengan (anak sapi) itu. Sesungguhnya Tuhanmu adalah (Allah) Yang Maha Pengasih. Maka ikutilah aku dan taatilah perintahku.”
(QS. Thaha: 90)

Sebagian Bani Israil mematuhi Harun dan menolak menyembah patung itu. Namun sebagian lain membangkang dan tetap menyembah anak sapi. Harun tinggal bersama orang-orang yang taat dan tidak memerangi kelompok yang sesat itu, sambil menunggu kepulangan Musa.


Musa Bermunajat dan Meminta Melihat Allah

Sementara itu, di Gunung Thur Sina, Musa sedang bermunajat. Allah berfirman kepadanya:

“Apakah yang mempercepatmu (meninggalkan) kaummu, wahai Musa?”
(QS. Thaha: 83)

Musa menjawab:

“Mereka itu telah menyusulku, dan aku bersegera kepada-Mu, Tuhanku, agar Engkau ridha (kepadaku).”

Allah lalu memberitahukan:

“Sesungguhnya Kami telah menguji kaummu setelah (kepergian)mu, dan Samiri telah menyesatkan mereka.”
(QS. Thaha: 85)

Setelah itu, karena kedekatan munajatnya, Musa timbul keinginan besar untuk dapat melihat Allah. Ia berkata:

“Ya Tuhanku, perlihatkanlah (diri-Mu) kepadaku agar aku dapat melihat-Mu.”

Allah berfirman:

“Kamu sekali-kali tidak akan sanggup melihat-Ku. Akan tetapi lihatlah ke gunung itu. Jika ia tetap di tempatnya, niscaya kamu dapat melihat-Ku.”

Lalu Allah menampakkan sebagian dari keagungan-Nya kepada gunung itu. Gunung itu hancur luluh, dan Musa jatuh pingsan. Ketika ia siuman, ia berkata:

“Maha Suci Engkau, aku bertobat kepada-Mu, dan aku adalah orang yang pertama-tama beriman.”
(Lihat QS. Al-A‘raf: 143)

Kemudian Allah memberikan kepada Musa alwah (lembaran-lembaran Taurat) yang di dalamnya terdapat:

  • Hukum halal dan haram
  • Nasihat dan pelajaran

Wajah Musa yang Bercahaya dan Kemarahan Besarnya

Setelah menerima Taurat, Musa pulang menemui kaumnya. Diriwayatkan bahwa ketika itu wajah Musa dipenuhi cahaya sehingga:

  • Tidak ada seorang pun yang mampu menatapnya secara langsung
  • Ia menutupi kepala dan wajahnya dengan kain halus atau semacam jubah berkerudung (burnus) selama kurang lebih 40 hari, kemudian baru dibuka

Saat Musa tiba di tengah kaumnya dan melihat mereka sedang menyembah patung anak sapi, ia sangat marah. Ia:

  • Melemparkan alwah (lembaran-lembaran Taurat)
  • Memegang kepala dan janggut Harun, lalu menariknya ke arahnya

Harun berkata:

“Wahai anak ibuku, janganlah engkau pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku. Sesungguhnya aku takut engkau akan berkata, ‘Engkau telah memecah belah Bani Israil dan tidak menjaga pesan-pesanku.’”
(Lihat QS. Thaha: 94)

Musa pun melepaskan Harun dan beralih kepada Samiri.


Hukuman untuk Samiri dan Penghancuran Anak Sapi

Musa berkata kepada Samiri:

“Apakah maksudmu ini, wahai Samiri?”

Samiri menjawab sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:

“Aku melihat sesuatu yang tidak mereka lihat, maka aku mengambil segenggam (debu) dari jejak Rasul (malaikat Jibril), lalu aku melemparkannya, dan demikianlah nafsuku membujukku.”
(Lihat QS. Thaha: 96)

Musa berkata:

“Pergilah! Maka sesungguhnya dalam kehidupan ini engkau (hanya) dapat berkata: ‘Jangan sentuh aku.’”
(Lihat QS. Thaha: 97)

Kemudian Musa:

  • Mengambil patung anak sapi itu
  • Menggergajinya dan menghancurkannya menjadi serpihan
  • Membakarnya

Ia memerintahkan Samiri supaya membuang kehormatannya di hadapan berhala itu (dalam riwayat ini: kencing di atasnya), kemudian Musa menaburkan abu anak sapi itu ke laut.

Diriwayatkan pula bahwa ketika Musa melemparkan alwah, enam per tujuh isinya hilang, dan hanya tersisa sepertujuh. Setelah itu, Bani Israil memohon untuk bertobat.


Taubat Berat: Saling Membunuh di Antara Mereka

Pada awalnya Allah tidak langsung menerima tobat mereka. Musa berkata:

“Wahai kaumku, sesungguhnya kalian telah menzalimi diri kalian sendiri dengan menjadikan anak sapi sebagai sesembahan. Maka bertobatlah kepada Penciptamu, dan bunuhlah diri kalian (sebagian kalian membunuh sebagian yang lain).”
(Lihat QS. Al-Baqarah: 54)

Maka terjadilah:

  • Perang antara mereka yang menyembah anak sapi dan mereka yang tidak menyembahnya
  • Siapa pun yang terbunuh dari kedua kelompok itu dicatat sebagai syahid

Dalam peristiwa itu, terbunuh sekitar tujuh puluh ribu orang dari mereka.

Musa dan Harun kemudian memohon dengan sungguh-sungguh kepada Allah. Akhirnya Allah:

  • Mengampuni Bani Israil
  • Memerintahkan mereka menghentikan saling membunuh
  • Menerima tobat mereka

Musa sempat bermaksud membunuh Samiri, namun Allah memerintahkannya untuk meninggalkannya. Dalam riwayat ini, Allah memberitahukan bahwa Samiri adalah orang yang akan terus berkubang dalam panjang angan-angan (dalam kesesatannya). Musa pun melaknatnya.


Tujuh Puluh Orang Terpilih dan Sambaran Petir

Setelah itu, Musa memilih tujuh puluh laki-laki terbaik dari kaumnya. Ia berkata kepada mereka:

“Ikutlah bersamaku menghadap Allah. Bertobatlah dari apa yang telah kalian lakukan. Berpuasalah, bersucilah.”

Mereka pun berangkat ke Gunung Thur Sina, untuk memenuhi waktu pertemuan yang telah Allah tetapkan bagi Musa.

Mereka berkata:

“Mintalah agar kami bisa mendengar kalam (firman) Tuhan kami.”

Musa berkata:

“Aku akan memintakannya.”

Ketika Musa mendekati gunung, turunlah awan tebal yang menutupi seluruh gunung. Musa masuk ke dalam awan itu, lalu berkata kepada kaumnya:

“Mendekatlah.”

Mereka pun mendekat, masuk ke dalam awan, dan bersujud. Dalam keadaan bersujud, mereka dapat mendengar:

  • Allah berbicara kepada Musa
  • Memerintah dan melarangnya

Setelah selesai, awan terangkat dari Musa, dan ia kembali mendekati mereka. Namun mereka berkata:

“Kami tidak akan beriman kepadamu sampai kami melihat Allah dengan jelas.”
(Lihat QS. Al-Baqarah: 55)

Maka mereka disambar halilintar dan mati semuanya.

Musa berdiri memohon dan meratap kepada Allah:

“Ya Tuhanku, aku telah memilih orang-orang terbaik Bani Israil. Kalau aku kembali kepada mereka (kaumku) tanpa mereka (yang terpilih ini), mereka tidak akan mempercayaiku.”

Musa terus berdoa dan merendahkan diri, hingga Allah:

  • Mengembalikan ruh mereka
  • Menghidupkan mereka kembali satu per satu
  • Mereka saling memandangi bagaimana masing-masing dihidupkan kembali

Setelah hidup kembali, mereka berkata kepada Musa:

“Wahai Musa, engkau berdoa kepada Allah, dan tidak ada sesuatu pun yang engkau minta melainkan Allah memberikannya kepadamu. Berdoalah agar Allah menjadikan kami para nabi.”

Musa berdoa, dan dalam riwayat ini disebutkan bahwa Allah menjadikan mereka para nabi.

Diriwayatkan pula pendapat lain: bahwa peristiwa 70 orang ini terjadi sebelum Allah menerima tobat umum Bani Israil, dan setelah mereka mengajukan permohonan, Allah menerima tobat mereka dan memerintahkan mereka saling membunuh sebagai bentuk taubat. Wallahu a‘lam.


Gunung yang Diangkat di Atas Kepala Mereka

Ketika Musa kembali kepada Bani Israil dengan membawa Taurat, mereka enggan menerimanya dan enggan mengamalkan isinya. Di antara sebabnya:

  • Hukum-hukum di dalam Taurat terasa berat dan keras bagi mereka

Allah pun memerintahkan malaikat Jibril. Jibril mengambil sebuah gunung dari wilayah Palestina, luasnya kira-kira sebesar barisan pasukan mereka, sekitar satu farsakh x satu farsakh. Gunung itu:

  • Diangkat di atas kepala mereka
  • Didekatkan hanya setinggi kira-kira setinggi tubuh seorang laki-laki, seperti atap yang menaungi

Kemudian:

  • Dari depan mereka, Allah datangkan api
  • Dari belakang mereka, datang laut

Musa berkata kepada mereka:

“Terimalah dengan sungguh-sungguh apa yang telah diberikan kepada kalian dan dengarkanlah.
Jika kalian menerimanya dan melaksanakan apa yang diperintahkan, (kalian selamat).
Jika tidak, kalian akan dihancurkan oleh gunung ini, ditenggelamkan di laut itu, dan dibakar oleh api ini.”

Melihat bahwa tidak ada jalan untuk melarikan diri, mereka akhirnya:

  • Menerima Taurat
  • Bersujud, namun karena ketakutan mereka, mereka bersujud pada sisi wajah mereka sambil terus melirik ke arah gunung

Dikatakan bahwa dari sinilah kemudian menjadi kebiasaan sebagian Yahudi bersujud pada salah satu sisi wajah mereka. Mereka pun berkata:

“Kami mendengar dan kami taat.”


Wajah Musa dan Penutup Kepalanya

Disebutkan juga bahwa setelah Musa kembali dari munajatnya, selama empat puluh hari:

  • Siapa saja yang melihat wajah Musa akan mati
  • Ada juga yang mengatakan: siapa saja yang melihat wajahnya menjadi buta

Karena itu, Musa:

  • Menutup wajah dan kepalanya dengan semacam tudung (burnus)
  • Agar orang-orang tidak melihat wajahnya secara langsung

Kisah Sapi Bani Israil dan Terungkapnya Pembunuhan

Di tengah-tengah kehidupan Bani Israil, terjadi sebuah kasus pembunuhan misterius.

Seorang laki-laki dari Bani Israil membunuh anak pamannya sendiri. Motifnya:

  • Ia ingin menjadi satu-satunya ahli waris dan mewarisi hartanya
  • Tidak ada ahli waris lain selain dirinya

Setelah membunuh, ia memindahkan mayat itu ke tempat lain, meletakkannya di lokasi yang berbeda seolah-olah korban dibunuh di sana. Pagi harinya, ia berpura-pura datang kepada Musa dan menuntut:

  • Menuntut agar Musa menuntaskan kasus pembunuhan itu
  • Menuduh sebagian Bani Israil telah membunuh anak pamannya

Orang-orang yang dituduh pun mengingkari. Musa lalu memohon kepada Allah untuk menunjukkan siapa pembunuh sebenarnya.

Allah memerintahkan:

“Sembelihlah seekor sapi betina.”

Mereka menjawab:

“Apakah engkau hendak menjadikan kami sebagai olok-olok?”
Musa menjawab:
“Aku berlindung kepada Allah agar tidak termasuk orang-orang yang bodoh.”
(Lihat QS. Al-Baqarah: 67)

Namun, alih-alih segera menyembelih sapi apa saja, mereka mulai bertanya-tanya dan mempersulit diri dengan banyak pertanyaan.

Padahal, seandainya mereka langsung menyembelih sapi betina apa saja, itu sudah cukup. Tetapi karena mereka mempersulit, Allah pun mempersulit mereka dengan syarat-syarat yang rinci.

Sapi yang Sangat Spesifik

Mereka bertanya:

“Sapi itu seperti apa?”

Musa menjawab:

“Sapi betina itu tidak tua dan tidak muda, pertengahan usianya.”
(Lihat QS. Al-Baqarah: 68)

Mereka kembali bertanya tentang warnanya. Musa menjawab:

“Sapi betina yang kuning tua, warnanya cerah, menyenangkan orang yang melihat.”
(Lihat QS. Al-Baqarah: 69)

Mereka masih belum puas dan berkata:

“Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk menjelaskan kepada kami bagaimana hakikat sapi itu, sesungguhnya sapi-sapi itu masih samar bagi kami.”
(Lihat QS. Al-Baqarah: 70)

Musa menjawab:

“Sesungguhnya sapi itu tidak pernah digunakan untuk membajak tanah, tidak pula untuk mengairi tanaman. Ia sehat, sempurna, tidak ada cacatnya, tidak ada bercak (warna lain) padanya.”
(Lihat QS. Al-Baqarah: 71)

Dengan kata lain:

  • Tidak terlalu tua, tidak terlalu muda
  • Berwarna kuning cerah menyilaukan
  • Tidak pernah dijadikan hewan pekerja
  • Sempurna, tanpa cacat dan tanpa campuran warna lain

Mereka pun berkata:

“Sekarang barulah engkau membawa keterangan yang benar (jelas).”
(QS. Al-Baqarah: 71)

Manfaat Berbakti kepada Ibu

Riwayat ini menyebutkan bahwa di antara Bani Israil, ada seorang laki-laki yang sangat berbakti kepada ibunya. Ia memiliki seekor sapi betina yang tepat sesuai dengan semua kriteria yang Allah sebutkan.

Karena syaratnya sangat ketat, Bani Israil mencari ke sana ke mari, dan:

  • Tidak menemukan sapi seperti yang dimaksud kecuali sapi milik laki-laki yang berbakti kepada ibunya ini

Lelaki itu pun mau menjualnya, tetapi dengan harga yang sangat tinggi:

  • Ia meminta harga setara kulit sapi itu yang diisi penuh dengan emas

Akhirnya, mereka membelinya dengan harga tersebut.

Mayat yang Hidup Kembali

Setelah mendapatkan sapi itu, mereka:

  1. Menyembelihnya
  2. Mengambil sebagian dari bagian tubuhnya (dalam riwayat ini disebut lidahnya, ada juga yang mengatakan bagian lain)
  3. Mereka memukulkan bagian sapi itu ke mayat orang yang terbunuh

Dengan izin Allah:

  • Mayat itu hidup kembali
  • Bangkit berdiri di hadapan mereka

Ia berkata dengan jelas:

“Fulan-lah yang membunuhku.”

Yang dimaksud adalah orang yang semula menuntut darah dan berpura-pura menjadi pihak yang dizalimi. Setelah itu, mayat tersebut pun mati kembali.

Dengan demikian:

  • Kasus pembunuhan terungkap
  • Kebesaran Allah dan kebenaran risalah Musa semakin nyata di hadapan Bani Israil

Sumber Kisah

Al-Kāmil fī at-Tārīkh

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nabi Syamuil (Samuel) dan Nabi Dawud : Thalut vs Jalut, Ujian Sungai, dan Kembalinya Tabut Bani Israil

Nabi Ilyas عليه السلام

Saba’: Negeri Makmur yang Hilang