Kabar Gembira Raja Syaif bin Dzi Yazan kepada Abdul Muthalib
Kisah Abdul Muthalib dan Raja Syaif bin Dzi Yazan
Beberapa tahun setelah kelahiran Nabi Muhammad ﷺ, ada seorang raja dari Yaman bernama Syaif bin Dzi Yazan. Ia adalah pahlawan besar yang berhasil mengusir bangsa Habasyah (Etiopia) yang lama menjajah negerinya. Kemenangannya menjadi kabar besar di seluruh jazirah Arab.
Sebagai tanda penghormatan, banyak kabilah Arab mengirim rombongan untuk mengucapkan selamat kepadanya. Di antara mereka datang pula rombongan dari Quraisy yang dipimpin oleh Abdul Muthalib bin Hasyim, kakek Nabi Muhammad ﷺ. Bersamanya ada beberapa tokoh terkenal Quraisy seperti Umayyah bin ‘Abd Syams, Asad bin ‘Abdul ‘Uzza, dan ‘Abdullah bin Jud’an.
Ketika mereka tiba di istana megah raja yang bernama Istana Ghamdan, mereka memohon izin untuk bertemu. Raja menyambut mereka dengan hormat dan memuliakan kedatangan mereka. Abdul Muthalib pun mengucapkan selamat atas kemenangan sang raja dengan kata-kata yang indah.
Syaif bin Dzi Yazan merasa kagum dengan kewibawaan dan kecerdasan Abdul Muthalib. Setelah jamuan resmi selesai, raja memerintahkan mereka untuk beristirahat di rumah tamu kerajaan. Selama sebulan mereka tinggal di sana, tapi belum juga diizinkan pulang.
Hingga suatu hari, raja mengutus seorang pengawal memanggil Abdul Muthalib sendirian. Ia ingin berbicara secara pribadi.
Ketika Abdul Muthalib masuk ke ruangan, raja menyuruh semua pengawal keluar. Suasananya menjadi hening. Raja lalu berkata dengan nada serius:
“Wahai Abdul Muthalib, aku akan menyampaikan rahasia besar yang tak pernah kuceritakan pada siapa pun. Aku telah membaca dalam kitab-kitab kuno tentang seorang manusia agung yang akan muncul di tanah Arab. Kehadirannya akan membawa kemuliaan bagi seluruh umat manusia, dan khususnya bagi keluargamu.”
Abdul Muthalib mendengarkan dengan penuh perhatian. Ia bertanya:
“Siapakah dia, wahai Raja?”
Syaif bin Dzi Yazan menjawab dengan sungguh-sungguh:
“Akan lahir seorang bayi di daerah Tihamah (Mekah). Di antara dua bahunya terdapat tanda khusus. Dia akan menjadi pemimpin seluruh manusia hingga akhir zaman. Ia akan menghapuskan penyembahan berhala dan menyeru manusia untuk menyembah Allah Yang Maha Esa.”
“Dia akan memerintahkan kebaikan dan melarang kejahatan. Musuh-musuhnya akan kalah, dan para sahabatnya akan menolongnya. Ia akan membuka negeri-negeri yang mulia dan menegakkan keadilan di muka bumi.”
Abdul Muthalib sangat terkejut dan bahagia mendengarnya. Namun ia tidak berani bertanya lebih jauh karena menghormati sang raja. Melihat hal itu, raja tersenyum dan berkata:
“Wahai Abdul Muthalib, demi rumah suci Ka‘bah, engkaulah kakek dari anak itu.”
Mendengar kalimat itu, Abdul Muthalib langsung bersujud syukur. Raja pun memintanya berdiri dan menenangkannya.
Kemudian Abdul Muthalib berkata:
“Wahai Raja, aku memang memiliki seorang anak laki-laki yang sangat kusayangi. Ia menikah dengan wanita mulia bernama Aminah binti Wahb, dan kini ia telah melahirkan seorang anak laki-laki dengan tanda seperti yang engkau sebutkan. Ayah dan ibunya telah wafat, dan aku yang mengasuhnya bersama pamannya.”
Syaif bin Dzi Yazan mengangguk dan berkata:
“Benar, itulah dia. Jagalah cucumu baik-baik dan waspadalah terhadap orang-orang Yahudi, karena mereka akan menjadi musuhnya. Tapi jangan khawatir, Allah tidak akan membiarkan mereka mencelakakannya.”
Raja melanjutkan dengan nada sedih:
“Seandainya aku tidak tahu bahwa kematianku sudah dekat sebelum masa kenabiannya tiba, niscaya aku akan pergi ke Yatsrib (Madinah) untuk menantikan kedatangannya. Sebab dalam kitab-kitab kami tertulis bahwa di sanalah ia akan berhijrah dan mendapat pertolongan.”
Sebelum mereka berpisah, raja memberikan hadiah besar kepada rombongan Quraisy: masing-masing diberi sepuluh budak laki-laki, sepuluh budak perempuan, perak, pakaian mewah, dan minyak ambar. Kepada Abdul Muthalib, raja memberi sepuluh kali lipat dari semua itu.
Ia berkata:
“Jika telah berlalu setahun, kirimlah kabar padaku tentang cucumu itu.”
Namun tak lama setelah itu, kabar datang bahwa Raja Syaif bin Dzi Yazan meninggal dunia.
Sejak hari itu, Abdul Muthalib sering berkata kepada kaum Quraisy:
“Jangan iri kepadaku karena harta pemberian raja, sebab semua itu akan habis. Tapi iriilah aku karena sesuatu yang abadi — kehormatan dan kemuliaan yang akan tetap dikenal di antara manusia.”
Ketika mereka bertanya maksudnya, ia hanya tersenyum dan menjawab,
“Kalian akan mengetahuinya nanti.”
Bertahun-tahun kemudian, barulah orang-orang Quraisy mengerti. Cucu yang sangat disayangi Abdul Muthalib itu tumbuh menjadi seorang pemimpin agung, pembawa cahaya kebenaran, dan rahmat bagi seluruh alam — Nabi Muhammad ﷺ.
Sumber : Muhammad SAW

Komentar
Posting Komentar