Berguncangnya Istana Kisra dan Padamnya Api Persia
Malam Ajaib di Persia
Pada malam ketika Rasulullah ﷺ dilahirkan, terjadi peristiwa besar yang mengguncang dunia.
Di negeri Persia, Iwan Kisra — istana megah tempat bersemayam Raja Kisra dari Dinasti Sasaniyah — berguncang hebat, hingga empat belas terasnya runtuh.
Pada malam yang sama, api suci Persia yang selama seribu tahun tak pernah padam, tiba-tiba padam seketika.
Bahkan Danau Sāwah, yang dianggap sakral oleh penduduk setempat, mengering tanpa sebab.
Semua ini menjadi tanda-tanda besar yang menggetarkan hati para pendeta dan penasihat istana.
Mimpi Aneh Sang Penasihat
Di malam yang sama, penasihat Raja Kisra bermimpi aneh:
ia melihat unta-unta Arab yang gagah menyeberangi Sungai Dajlah (Tigris), memimpin kuda-kuda murni dan menyebar ke negeri-negeri Persia.
Keesokan paginya, Raja Kisra terbangun dengan kegelisahan yang luar biasa.
Ia memanggil para pembesar kerajaan dan berkata,
“Tahukah kalian mengapa aku memanggil kalian?”
Mereka menjawab,
“Tidak, kecuali jika Baginda Raja berkenan menjelaskannya.”
Belum sempat Kisra berbicara, datanglah kabar dari penjaga kuil api, memberitakan bahwa api-api sesembahan Persia telah padam.
Mendengar itu, wajah Kisra semakin muram — ia merasa ini bukan kejadian biasa.
Kisra Mengutus Orang Berilmu
Penasihat kerajaan lalu berkata,
“Wahai Baginda, aku juga bermimpi. Aku melihat unta-unta Arab menyeberangi Dajlah dan menguasai negeri-negeri kita. Ini pertanda besar akan terjadi di tanah Arab.”
Kisra semakin gelisah. Ia menulis surat kepada An-Nu‘man bin Al-Mundzir, penguasa Hirah:
“Utuslah kepadaku seorang yang berilmu untuk menjelaskan makna kejadian ini.”
An-Nu‘man lalu mengirimkan ‘Abd al-Masīḥ bin ‘Amr al-Ghassānī, seorang bangsawan bijak dan terpelajar.
Perjalanan ke Syam
Ketika ‘Abd al-Masīḥ tiba di istana Persia, Kisra bertanya:
“Apakah engkau tahu makna semua peristiwa ini?”
‘Abd al-Masīḥ menjawab dengan hormat:
“Jika aku tidak mengetahuinya, aku akan menanyakan kepada orang yang lebih tahu.”
Ia pun berkata bahwa pamannya, Sathiḥ, seorang bijak yang tinggal di dataran tinggi Syam, memiliki ilmu tentang hal-hal gaib dan berita masa depan.
Kisra memerintahkan:
“Pergilah kepadanya, tanyakan makna semua ini, dan bawalah jawabannya kepadaku.”
Maka berangkatlah ‘Abd al-Masīḥ menempuh perjalanan jauh hingga tiba di rumah Sathiḥ, yang saat itu telah tua renta dan sakit keras.
Ramalan Sathiḥ
‘Abd al-Masīḥ memberi salam, lalu membacakan syair untuk membangunkan pamannya.
Tiba-tiba Sathiḥ membuka mata, mengangkat kepalanya, lalu berkata dengan suara lemah:
“Wahai ‘Abd al-Masīḥ, engkau datang dari jauh, diutus oleh raja besar Bani Sasan,
karena berguncangnya istana Kisra, padamnya api-api sesembahan, dan mimpi penasihatnya.Wahai ‘Abdul Masih, apabila bacaan (wahyu) telah banyak dibacakan, dan telah tampak pemilik tongkat (yakni Nabi Muhammad ﷺ), dan meluaplah lembah Samāwah, danau Sāwah mengering, serta api negeri Persia padam — maka ketahuilah, negeri Syam bukan lagi negeri bagi Sathiḥ.
Akan muncul dari mereka raja-raja dan ratu-ratu, sebanyak jumlah teras yang ada, dan segala sesuatu yang akan datang, pasti akan datang.”
Tak lama setelah berkata demikian, Sathiḥ wafat di tempatnya.
Itu terjadi sebulan setelah kelahiran Nabi Muhammad ﷺ.
Kabar Kembali ke Kisra
‘Abd al-Masīḥ segera kembali ke Persia dan menyampaikan semua kata-kata pamannya kepada Kisra.
Raja itu termenung lama, lalu berkata:
“Jika demikian, maka hanya empat belas raja lagi yang akan memerintah sebelum kekuasaan kita berakhir.”
Dan benar, sejarah mencatat bahwa setelah Kisra Anusyirwan, hanya empat belas raja Persia yang berkuasa sebelum keruntuhan besar Dinasti Sasaniyah di tangan kaum Muslimin.
Catatan Sejarah tentang Sathiḥ
Menurut sejarawan Ibnu ‘Asākir, Sathiḥ adalah Ar-Rabi‘ bin Rabi‘ah bin Mas‘ud, dari suku Al-Azd.
Ia dikenal memiliki umur sangat panjang, hidup ratusan tahun, dan sering menjadi tempat bertanya para raja.
Ketika ditanya dari mana ia memperoleh ilmunya, ia menjawab:
“Ilmuku ini bukan dariku dan bukan dugaan,
tetapi aku memperolehnya dari saudaraku yang mendengar wahyu di Thur Sina.”
Ketika ditanya lagi mengenai saudaranya dari kalangan jin ini, ia menjawab :
"Sesungguhnya ia pergi ke mana pun aku pergi, dan aku tidak berbicara kecuali dengan apa yang ia katakan."
Wallahu a'lam.
Sumber : Al Bidayah Wa al Nihayah

Komentar
Posting Komentar