Bendungan Legendaris Negeri Saba’
Kisah Kejayaan dan Kehancuran Kota Ma’rib
Awal Keindahan Negeri Saba’
Di sebuah lembah subur di Yaman berdirilah kota Ma’rib, kota yang pernah dipuji Allah dalam Al-Qur’an sebagai “baldatun ṭayyibah” — negeri yang baik dan diberkahi.
Kota ini berada sekitar tiga marhalah perjalanan dari Sana’a. Udaranya sejuk, airnya jernih, dan tanahnya begitu subur. Kota ini merupakan warisan dari Saba’ bin Yasyjub, leluhur bangsa Arab Selatan.
Keturunan Saba’ berkembang pesat hingga lembah tempat mereka tinggal tidak lagi mencukupi. Mereka pun membangun ribuan desa dan kota di sekitar lembah — empat ribu tujuh ratus jumlahnya — dari Sana’a hingga ke perbatasan Syam.
Desa-desa itu saling berdekatan; seseorang bisa berjalan enam jam dari satu desa ke desa lainnya dan melihat desa berikutnya dari kejauhan.
Negeri yang Aman dan Indah
Kehidupan di negeri Saba’ begitu tenteram.
Jalan-jalannya aman tanpa ancaman binatang buas atau serangga berbahaya. Bahkan, jika ada orang asing yang datang membawa kutu atau pinjal, serangga itu akan mati begitu memasuki wilayah Saba’.
Sepanjang jalan dan lembah, tumbuh kebun dan taman indah. Pohon-pohon berbuah lebat, bunga-bunga bermekaran, dan udara selalu segar.
Para wanita biasa berjalan santai di bawah pepohonan sambil memintal benang. Keranjang di kepala mereka perlahan terisi oleh buah-buahan yang jatuh dari pohon. Sungguh, negeri itu bak potongan surga di bumi.
Bendungan Ma’rib — Keajaiban Teknik Masa Silam
Namun, keindahan itu tidak lepas dari perencanaan cermat. Air yang melimpah dari gunung bisa berubah menjadi banjir besar.
Untuk melindungi negeri mereka, para penguasa Saba’ memutuskan membangun sebuah bendungan raksasa antara dua gunung tinggi. Air yang tertampung di balik bendungan ini disebut Al-‘Arim.
Siapa pembangun bendungan itu? Para sejarawan berbeda pendapat.
Sebagian menyebut Nu’man bin ‘Ad, sebagian lagi menyebut Saba’ bin Yasyjub.
Yang pasti, bendungan ini dibangun dengan batu-batu besar yang direkatkan dengan minyak dan ter, memiliki saluran air, kanal, dan tiga pintu utama untuk mengatur aliran air ke ladang-ladang rakyat.
Pembangunan bendungan berlangsung lama, melewati masa beberapa raja hingga akhirnya selesai. Airnya dialirkan ke seluruh kebun dan taman melalui saluran-saluran kecil.
Berkat bendungan ini, kota Ma’rib menjadi pusat kemakmuran dan kehidupan hijau.
Peran Ratu Balqis
Ketika sebagian bendungan mulai rusak, Ratu Balqis, penguasa bijak negeri Saba’ melakukan perbaikan besar-besaran.
Ia memperkuat tembok bendungan, menambah saluran pembuangan, dan mengatur pembukaan tiga pintu air setiap tahun agar tetap seimbang.
Di masa Ratu Balqis, Saba’ mencapai masa keemasannya. Kebun-kebun seperti lukisan hidup, rakyat hidup damai dan makmur, dan negeri itu menjadi terkenal di seluruh jazirah Arab.
Awal Kemunduran — Saat Syukur Berganti Sombong
Namun, seiring waktu, penduduk Saba’ mulai lalai dan sombong. Mereka menikmati kemewahan tanpa rasa syukur.
Padahal Allah telah memberikan nikmat yang luar biasa — tanah subur, air melimpah, dan kehidupan damai.
Para nabi pun diutus — tiga belas nabi berturut-turut — untuk mengingatkan mereka agar bersyukur dan beribadah.
Namun, rakyat Saba’ malah mengejek dan menolak. Mereka bahkan bosan dengan kedekatan antar kota yang dulu menjadi lambang persatuan dan keamanan.
Mereka berkata dengan angkuh:
“Wahai Tuhan kami, jauhkanlah jarak perjalanan kami!”
Peringatan yang Diabaikan
Para nabi memperingatkan mereka:
“Jika kalian tidak bersyukur, maka Allah akan meruntuhkan bendungan ini melalui tikus-tikus kecil!”
Penduduk Saba’ menertawakan ancaman itu. Mereka berkata dengan sombong:
“Kalau begitu, kami akan pelihara banyak kucing untuk menghabisi tikus-tikus itu!”
Mereka pun menempatkan kucing di sekitar bendungan, merasa yakin bahwa mereka bisa mengalahkan takdir.
Saat Takdir Allah Datang
Namun, kehendak Allah pasti terjadi.
Pada suatu malam, tikus-tikus raksasa yang lebih besar dari kucing muncul dari celah-celah tanah. Mereka menyerang dan mengalahkan kucing-kucing penjaga bendungan.
Tikus-tikus itu menggali dasar bendungan dengan gigi tajam mereka hingga akhirnya struktur kokoh itu runtuh.
Dalam sekejap, air yang tertahan di balik bendungan meledak keluar — membentuk banjir besar Sail al-‘Arim yang melanda seluruh negeri.
Empat ribu tujuh ratus desa dan kota hancur lebur.
Taman yang dulu indah berubah menjadi lahan gersang; pohon-pohon buah berganti menjadi pohon khamth, atsl, dan sidr — tanaman liar tanpa manfaat.
Hikmah dari Negeri yang Hilang
Kejadian itu terjadi sekitar empat ratus tahun sebelum kenabian Nabi Muhammad ﷺ.
Bendungan Ma’rib pun tinggal legenda, dan negeri Saba’ yang dulu seperti surga berubah menjadi padang tandus.
Al-Qur’an mengabadikan kisah ini agar manusia belajar:
“Makanlah dari rezeki Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya.
(Negerimu) adalah negeri yang baik, dan Tuhanmu Maha Pengampun.
Tetapi mereka berpaling, maka Kami kirimkan kepada mereka banjir besar…”
(QS. Saba’: 15-19)
Pelajaran dari Negeri Saba’
Kisah Saba’ mengajarkan bahwa kemakmuran tanpa syukur akan berakhir dengan kehancuran.
Nikmat sebesar apa pun akan sirna jika manusia lupa kepada Pemberinya.
Dan bendungan Ma’rib — kebanggaan negeri Saba’ — kini hanya menjadi saksi bisu kesombongan manusia yang menolak bersyukur.
Sumber : Mausu’ah Mira’tul Haramain

Komentar
Posting Komentar