Asal Mula Penyembahan Berhala

Amr bin Luhay menggali dan menemukan berhala yang terkubur dari zaman banjir Nabi Nuh

Awal Kehidupan: Lima Putra yang Saleh

Setelah Nabi Ādam ‘alaihissalām dan istrinya Hawā’ turun ke bumi, mereka dikaruniai banyak anak keturunan. Di antara anak-anak mereka, ada lima orang putra yang dikenal karena kesalehan, ketaatan, dan kelembutan hati mereka.

Mereka bernama:

  • Wadd (وَدّ)

  • Suwā‘ (سُوَاع)

  • Yaghūts (يَغُوث)

  • Ya‘ūq (يَعُوق)

  • Nasr (نَسْر)

Kelima putra ini tumbuh di masa ketika manusia masih sedikit, dan semua orang mengenal mereka sebagai ahli ibadah yang cinta kepada Allah, penuh kasih sayang kepada sesama, serta sangat berbakti kepada ayah mereka, Nabi Ādam.

Ibnu ‘Abbās meriwayatkan bahwa di antara mereka, Wadd adalah yang paling tua dan paling berbakti. Ia dikenal sebagai penyayang dan bijaksana, sering menjadi penengah dalam perselisihan, dan selalu mengajak manusia untuk berbuat baik.


Wafatnya Para Putra Adam

Waktu terus berjalan. Satu per satu dari kelima putra itu wafat.
Kematian mereka menjadi duka mendalam bagi anak keturunan Ādam, sebab mereka adalah simbol kebaikan dan keteladanan.

Kaum mereka menangis lama dan merasakan kehilangan yang luar biasa. Pada masa itu, setan melihat kesempatan besar untuk menyesatkan manusia.


Tipu Daya Setan yang Halus

Setan mendatangi manusia dalam rupa seorang bijak dan berkata:

“Bukankah kalian sangat mencintai orang-orang saleh yang telah meninggal itu? Tidakkah kalian ingin mengingat wajah dan kebaikan mereka?”

Manusia pun menjawab,

“Tentu, kami ingin selalu mengingat mereka.”

Setan lalu mengusulkan,

“Jika begitu, buatlah gambar atau patung mereka. Dengan memandangnya, kalian akan teringat ibadah dan kesalehan mereka, sehingga kalian pun terdorong untuk berbuat baik seperti mereka.”

Ide itu tampak baik dan logis bagi manusia saat itu. Maka mereka membuat gambar dan patung dari logam, kuningan, dan tanah liat yang menyerupai kelima putra Adam tadi.

Patung-patung itu ditempatkan di masjid-masjid dan tempat ibadah, agar orang-orang yang datang beribadah teringat pada semangat ketaatan mereka.
Awalnya, tidak ada unsur penyembahan sama sekali — hanya kenangan dan penghormatan.


Pergantian Generasi: Lupa Akan Tauhid

Tahun demi tahun berlalu, dan generasi berganti.
Orang-orang yang tahu asal-usul patung itu sudah meninggal, sementara generasi baru tumbuh tanpa pengetahuan yang benar.

Mereka hanya tahu bahwa leluhur mereka memuliakan patung-patung itu dan menaruhnya di tempat ibadah.
Setan pun datang lagi dan berbisik kepada mereka:

“Tahukah kalian? Nenek moyang kalian dahulu menyembah patung-patung ini. Patung-patung inilah yang dahulu mendatangkan rahmat dan hujan untuk mereka.”

Generasi baru itu mempercayainya. Mereka mulai memuja dan berdoa kepada patung-patung tersebut, memohon rezeki dan pertolongan darinya.
Maka, untuk pertama kalinya dalam sejarah manusia, penyembahan berhala dimulai.


Umat Nabi Nuh dan Turunnya Azab

Ketika penyembahan itu telah menyebar luas, Allah mengutus Nabi Nūh ‘alaihissalām untuk mengajak mereka kembali kepada tauhid.
Namun mereka menolak dan berkata dengan keras:

“Janganlah kamu tinggalkan tuhan-tuhanmu! Jangan tinggalkan Wadd, Suwā‘, Yaghūts, Ya‘ūq, dan Nasr!”
(QS. Nūh: 23)

Kaum Nuh bersikeras menyembah berhala-berhala tersebut, hingga Allah menurunkan banjir besar (ṭūfān) yang menghancurkan mereka semua.

Air bah itu menyeret patung-patung berhala ke berbagai penjuru bumi, dan akhirnya terkubur di tepi pantai Jeddah, tertimbun pasir selama ribuan tahun.


Ditemukannya Kembali oleh ‘Amr bin Luhay

Bertahun-tahun setelah Nabi Nuh, manusia kembali banyak dan menyebar.
Setan tidak berhenti menyesatkan.

Di masa kemudian, muncul seorang pemimpin Arab bernama ‘Amr bin Luhay al-Khuzā‘ī, seorang tokoh disegani dari kabilah Khuza‘ah.
Ia dikenal sebagai orang yang suka beribadah dan dermawan, tetapi kurang memiliki ilmu yang benar.

Suatu hari, ia bertemu seorang peramal yang berkata kepadanya:

“Wahai ‘Amr, pergilah ke tepi laut Jeddah. Di sana ada berhala-berhala kuno yang dapat membawa keberuntungan. Ambillah mereka, dan serulah manusia untuk menyembahnya.”

‘Amr pun pergi ke Jeddah dan menggali tanah hingga menemukan berhala-berhala itu.

Ia membawa mereka ke Makkah dan mengajak bangsa Arab untuk menyembahnya.
Bangsa Arab yang telah jauh dari ajaran tauhid menyambut seruannya dengan gembira.

Sejak saat itu, penyembahan berhala kembali hidup di Jazirah Arab, dan berhala-berhala itu menjadi simbol utama kesyirikan di masa Jāhiliyyah, hingga datangnya Rasulullah ﷺ yang menghancurkan semuanya dan memurnikan kembali tauhid di Makkah.


Sumber : al Lubab fii Ulum al Kitab, al Mufhashol fii Tarikh al Arab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nabi Syamuil (Samuel) dan Nabi Dawud : Thalut vs Jalut, Ujian Sungai, dan Kembalinya Tabut Bani Israil

Nabi Ilyas عليه السلام

Saba’: Negeri Makmur yang Hilang